Waspada Toxic Relationship

Salam Perspektif Baru,

Hari ini kita membahas hubungan beracun atau istilah yang lebih populer adalah Toxic Relationship. Topik tersebut kita akan bahas dengan seorang psikolog yaitu Retno Ayu Astrini, M.Psi., yang sehari-harinya juga bekerja di Psychology Associates di Lembaga Psikologi Universitas Airlangga.

Menurut Retno Ayu, Bucin dan toxic relations ini kata-kata yang cukup diperdengarkan saat ini atau kita bisa katakan hits. Sebenarnya kalau Bucin alias budak cinta ini secara harfiah belum ada di KBBI, belum ada definisi secara real-nya, ini adalah definisi yang kita gambarkan secara normatif saja. Kalau Bucin ini lebih seperti, “Saya tidak bisa hidup tanpamu.” Jadi dia benar-benar bergantung dengan pasangannya, walaupun itu secara negatif atau positif. 

Itu beda sekali dengan toxic relationship. Kalau toxic ini, namanya juga racun, sudah pasti mengandung hal buruk di dalam hubungan tersebut. Seperti yang saya katakan tadi, salah satu pihak biasanya akan dirugikan. Ini hubungannya tidak sehat, tapi Bucin belum tentu seperti itu.

Menurut Retno Ayu, cara terbaik supaya tidak terjebak dalam hubungan toxic, dan keluar dari efek negatif dari hubungan yang toxic adalah kita putuskan saja hubungannya. Itu paling baik. Mekanismenya mungkin sama seperti alergi, kalau kita terkena alergi maka kita harus menjauhi sumber alerginya supaya kita tidak sakit. Begitupun dengan hubungan yang toxic. Semakin cepat dia keluar dari lingkaran toxic relationship itu akan semakin mudah untuk dia pulih, daripada orang yang sudah terlanjur lama terjebak dan susah keluar. 

Berikut wawancara Perspektif Baru yang dilakukan Hayat Mansur sebagai pewawancara dengan narasumber Retno Ayu Astrin.

Saat ini di masyarakat, juga di media massa dan media sosial, ramai membicarakan mengenai kasus penganiayaan David Ozora yang dilakukan oleh Mario Dandy yang melibatkan pasangannya Agnes Gracia. Salah satu yang ramai dibicarakan adalah apakah hubungan antara Mario Dandy dan Agnes Gracia yang sampai terlibat kasus penganiayaan merupakan sekadar Bucin (Budak Cinta) atau sudah termasuk dalam toxic relationship (hubungan beracun). Bagaimana perspektif Anda secara psikolog terhadap ini?

Sebelumnya saya ucapkan juga terima kasih kepada Perspektif Baru atas kesempatan yang diberikan kepada kita semua untuk dapat membahas topik yang memang cukup hits, dan sepertinya banyak juga yang mengalaminya terkait dengan toxic relationship.

Sebelum kita bahas terkait dengan kasus Mario Dandy yang sangat ramai dan akhirnya menyebar kemana-mana, sebenarnya kita perlu tahu dulu apa sebenarnya hubungan beracun atau toxic relationship itu dan sampai mana batas-batasnya seseorang dikatakan terjebak di dalam hubungan yang toxic.

Sebelumnya, definisi dari toxic relationship, yang namanya toxic itu adalah racun. Ini artinya hal tidak baik yang dapat dirasakan oleh seseorang. Toxic relationship atau hubungan yang beracun ini tentunya hubungan yang tidak sehat dan bisa berdampak negatif, berdampak buruk bagi keadaan fisik ataupun mental seseorang.

Pada dasarnya sebuah hubungan itu setidaknya dapat memberikan rasa nyaman atau rasa aman antar individu di dalamnya. Namun beda dengan toxic relationship atau hubungan yang beracun ini, biasanya ada salah satu pihak yang dirugikan. 

Seringkali salah satu pihak yang lain biasanya memiliki beberapa sifat, misalnya ada rasa mendominasi, mungkin mendominasi pasangannya atau mungkin memanipulasi pasangan untuk mengontrolnya, dan juga sekadar mempermainkan pasangannya.

Perlu kita garisbawahi disini, sebenarnya yang namanya toxic relationship itu tidak melulu sebatas antara pasangan lover saja atau pasangan yang saling mencintai, tidak seperti itu.

 

Apa perbedaannya antara bucin dan toxic relationship?

Bucin dan toxic ini kata-kata yang cukup diperdengarkan saat ini atau kita bisa katakan hits. Sebenarnya kalau Bucin alias budak cinta ini secara harfiah itu belum ada di KBBI, belum ada definisi secara real-nya, ini adalah definisi yang kita gambarkan secara normatif saja. Kalau Bucin ini lebih seperti, “Saya tidak bisa hidup tanpamu.” Jadi dia benar-benar bergantung dengan pasangannya, walaupun itu secara negatif atau positif. 

Itu beda sekali dengan toxic relationship. Kalau toxic ini namanya juga racun, sudah pasti mengandung hal buruk di dalam hubungan tersebut. Seperti yang saya katakan tadi, salah satu pihak biasanya akan dirugikan. Ini hubungannya tidak sehat, tapi Bucin belum tentu seperti itu.

 

Jadi, artinya kalau Bucin yang menimbulkan hal-hal positif, maka itu bukan toxic relationship. Tapi kalau Bucin yang menimbulkan hal-hal negatif, berarti itu termasuk dalam kategori toxic relationship.

Betul.

 

Orang sering mengaitkan ini dalam hubungan percintaan antara satu pasangan dengan pasangan yang lainnya. Apakah toxic relationship itu juga bisa terjadi di lingkungan lain seperti lingkungan kerja atau lingkungan sosial?

Betul sekali, itu tadi yang saya maksud. Jadi, seringkali kita mendefinisikan bahwa toxic relationship ini hanya terjadi antara pasangan atau lover yang saling mencintai satu sama lain. Tapi pada kenyataannya, sebenarnya hubungan yang toxic itu dapat terjadi di seluruh lini masyarakat. Contohnya, mungkin antara rekan kerja, dengan teman, dengan sahabat, bahkan dengan keluarga, mungkin dengan orang tua, adik, kakak, saudara, dan sebagainya. 

Namun, perlu kita batasi definisi terkait dengan toxic relationship karena ini adalah relationship atau hubungan dekat. Jadi kita batasi lebih kepada hubungan yang intimate, hubungan dengan orang-orang terdekat saja.

Orang terdekat itu tidak hanya pasangan, bisa jadi mungkin rekan kerja, teman tapi mesra (TTM) juga bisa, mungkin dihubungan kerja antara atasan dan bawahan, itu juga bisa. Mungkin ada salah satu pihak yang merasa dirugikan atau merasakan dampak negatif, itu bisa juga dijadikan sebagai kategori toxic relationship.

 

Supaya kita tahu itu toxic relationship atau bukan, tentu kita harus tahu juga apakah teman dekat kita itu termasuk toxic people. Bagaimana ciri-ciri orang toxic people ini?

Tadi kita sudah tahu definisi dari toxic relationship. Sekarang kita juga perlu tahu kira-kira kita terjebak atau tidak di dalam hubungan yang toxic, orang seperti apa yang dikategorikan sebagai orang yang toxic? Sebenarnya nomor satu yang paling gampang bagi kita untuk mendefinisikan apakah kita terjebak dalam hubungan yang toxic atau tidak itu ketika kita bersama dengan orang tersebut kita merasa nyaman atau tidak.

 

Apakah kalau nyaman berarti bukan toxic?

Belum tentu toxic. Contohnya, katakanlah tidak ada angin, tidak ada hujan, saya berhubungan dengan X, sebelumnya saya happy-happy saja, begitu saya dekat dengan X dan bersama X itu tiba-tiba seperti ada awan mendung yang datang, saya merasa sedih sekali, merasa tertekan, merasa tidak aman, intinya saya diselimuti oleh emosi negatif. 

Itu bisa jadi pertanda kuat bahwa Anda sedang terjebak dalam hubungan yang toxic. Itu salah satu contoh yang paling mudah untuk diketahui. Lebih parah lagi adalah orang yang terjebak di toxic relationship itu seringkali tidak sadar bahwa dirinya ini terjebak dihubungan yang beracun.

 

Kalau sudah terjebak dalam toxic relationship ini, apakah sebaiknya ditinggalkan atau dipertahankan?

Dari perspektif psikologi sebenarnya kita lihat dahulu pelaku toxic-nya atau pasangannya, orang yang berhubungan dengan kita itu seperti apa. Sebenarnya ada dua, apakah hubungan ini memang bisa ditinggalkan atau tidak. Contohnya, pada kasus Mario Dandy dengan Agnes itu masih cukup mudah untuk diputus. 

Memang cara terbaik supaya tidak terjebak dalam hubungan toxic, dan keluar dari efek negatif dari hubungan yang toxic adalah kita putuskan saja hubungannya. Itu paling baik. Mekanismenya mungkin sama seperti alergi, kalau kita terkena alergi maka kita harus menjauhi sumber alerginya supaya kita tidak sakit. Begitupun dengan hubungan yang toxic.

 

Apakah ini walaupun orang tersebut sudah meminta maaf dan berjanji tidak mengulangi lagi? Kadang-kadang kita sebagai manusia menjadi timbul rasa iba. Apakah toxic people bisa diubah?

Betul, ini seringkali yang membuat akhirnya orang-orang merasa ragu, “Apakah ini keputusan yang tepat bagi saya untuk meninggalkan dia.” Sebenarnya kita bisa merasakan itu, kita lihat dulu orang ini seperti apa. Jadi, kalau dalam perspektif psikologi sebenarnya ada beberapa orang yang termasuk dalam kepribadian-kepribadian yang seharusnya kita hindari. Contohnya adalah kepribadian antisosial dan kepribadian sadistik. 

Jadi, orang-orang dengan kepribadian antisosial itu biasanya akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan, meskipun harus menyakiti orang. Orang-orang dengan kepribadian antisosial ini sebenarnya tidak butuh dengan orang lain. Berbeda dengan kepribadian sadistik, dia ada kecenderungan untuk menyakiti orang, dan merasakan senang bila dia menyakiti seseorang.

Kita lihat dulu kira-kira orang ini seperti apa. Kadang kala kalau kita sudah terjebak dalam hubungan yang toxic seringkali dibutakan oleh pikiran kita sendiri. Misalnya, merasa cocok-cocok saja diperlakukan bagaimanapun, selalu merasa disalahkan, dan sebagainya. 

Inilah pentingnya kita membangun dukungan dari orang-orang terdekat lain. Seringkali karena terlalu bucin, tidak bisa lepas dengan pelaku, akhirnya merasionalisasi segala hal yang dilakukan pelaku terhadap korban. Walaupun dia sudah diberitahu oleh mungkin teman terdekat atau keluarga, kadang tidak didengarkan. Inilah perlunya orang-orang terdekat untuk lebih aware dengan kondisi korban.

 

Bagaimana upaya supaya kita mencegah atau terhindar dari toxic relationship ini?

Pertama, kita harus sadari bahwa diri kita ini berharga. Itu karena seringkali orang yang mudah sekali terjerembab atau terjebak dalam toxic relationship ini merasa dirinya orang-orang yang lemah, tidak bisa hidup tanpa orang ini. Jadi, yang pertama harus dilakukan adalah bangun dulu self-esteem, bangun dulu perasaan berharga dirimu bahwa kamu ini orang yang pantas untuk mendapatkan yang lebih baik, bangun rasa percaya diri.

Kedua, pastikan kamu memiliki banyak support system. Jangan merasa sendiri karena banyak orang yang sayang denganmu, mungkin ada keluarga atau teman dekat. Jadi, jangan hanya terpaku pada satu sosok yang mungkin dia sudah terlanjur bisa mendominasi kamu.

 

Apakah orang yang pernah terjebak dalam toxic relationship bisa dipulihkan dari trauma?

Jawabannya tentu saja bisa. Semakin cepat dia keluar dari lingkaran toxic relationship itu akan semakin mudah untuk dia pulih, daripada orang yang sudah terlanjur lama terjebak dan susah keluar. Kadangkala kalau sudah terlanjur terjebak lama, sudah terlalu bergantungnya dengan pelaku toxic ini, akhirnya dia enggan untuk keluar karena merasa seperti stockholm syndrome, merasa bahwa perlakuan yang dia terima itu wajar. Namun, secara normatif orang-orang melihat ini tidak benar karena kamu dirugikan.

 

Itu dari sisi korban yang mengalami trauma toxic relationship dan dia bisa disembuhkan. Kalau dari sisi pelakunya, apakah bisa disembuhkan toxic people ini?

Sebenarnya bisa saja, tetapi kembali lagi dengan yang saya katakan terkait dengan kepribadian. Kalau dari perspektif psikologi itu ada orang-orang dengan kepribadian-kepribadian yang memang pada dasarnya dari sananya seperti itu. 

Contohnya, kepribadian antisosial dan kepribadian sadistik. Kalau memang pada dasarnya dia memiliki kepribadian antisosial dan sadistik, mau bagaimanapun, mau diberitahu, mau dinasehati oleh siapapun akan susah karena pada dasarnya dia sudah seperti itu. Orang seperti itu sebaiknya dihindari saja karena memang dia sebenarnya tidak terlalu butuh dengan orang, kecuali hanya untuk menyakiti orang tersebut.  

Tapi kalau orang-orang dengan kepribadian selain itu yang mungkin karena terpengaruh lingkungan sehingga membuatnya menjadi toxic, itu sebenarnya bisa saja. Tentu yang pertama adalah komunikasikan dengan baik-baik.

Kunci utamanya adalah komunikasi. Sampaikan bahwa sikapnya itu mengganggu karena seringkali pelaku ini tidak sadar bahwa dia mengganggu orang. Dia merasa wajar-wajar saja berlaku seperti itu. Dia merasa bahwa korbannya juga tidak merasa tersakiti dengan perilakunya. 

Bagaimana agar dia sadar? Tentunya harus disadarkan bahwa perilakunya itu tidak benar. Jadi, istilahnya kalau dalam psikologi itu ada yang namanya kita mengubah kognitifnya bahwa yang dia lakukan itu salah. Mungkin dia mengalami ditraksi kognitif waktu itu yang menganggap perilaku-perilaku irasional yang dia lakukan itu hal-hal yang wajar saja. Padahal secara normatif itu tidak wajar. Jadi, memang komunikasi yang paling penting.

 

Apa saja komunikasi toxic yang sering disampaikan oleh para pelaku atau toxic people ini?

Sebenarnya yang paling real dari komunikasi toxic tentu saja komunikasi-komunikasi yang bisa menjatuhkan lawannya.

 

Bagaimana contohnya?

Mungkin kalimat-kalimat yang menjatuhkan atau yang tidak membangun atau kalimat-kalimat yang katakanlah tidak ada dukungan kepada si lawan bicara. Misalnya, di lingkungan kerja ada bawahan yang menyampaikan kepada atasan, “Pak, ini saya ada proyek baru, seperti ini.” Belum apa-apa atasan sudah meremehkan bawahannya dengan mengatakan, “Ah, masa kamu bisa membuat seperti itu?” 

Pokoknya, hanya mengatakan hal-hal yang tidak membangun atau hal-hal yang istilahnya bisa menjatuhkan mental dari lawan. Sebenarnya itu juga termasuk kategori sebagai komunikasi yang toxic. Kemudian kata-kata yang dapat menekan seperti ancaman, kata-kata kotor atau kekerasan verbal, itu juga dikategorikan sebagai komunikasi yang toxic.

Previous
Previous

Next
Next