Peta Politik Pilpres

Salam Perspektif Baru,

Kali ini saya sudah bersama salah satu opinion leader yang survei-survei atau riset-risetnya dan mungkin pendapatnya bisa menjadi rujukan ke mana arah angin dan cuaca politik kita akan berlangsung. Dia adalah Djayadi Hanan, Ph.D, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI).

Djayadi Hanan mengatakan menurut data LSI bahwa untuk pertama kalinya sejak Mei 2022 yang artinya sejak setahun terakhir itu Prabowo dalam simulasi tiga nama menjadi nomor satu kembali. Seperti yang kita tahu bahwa selama setahun terakhir kalau simulasi tiga nama, maka Prabowo biasanya nomor ke dua atau nomor ke tiga, dan nomor satunya selalu Ganjar. 

Kalau kita mau baca secara sederhana penurunan elektabilitas Ganjar itu sebagian kecil ke Prabowo, dan sebagian lagi atau cukup banyak itu pindah menjadi ragu-ragu atau tidak memiliki pilihan saat ini. Jadi, berita kurang baiknya bagi Ganjar dan tim adalah turun signifikan. Tapi berita yang masih positif adalah bahwa yang turun signifikan itu tidak serta merta pindah ke calon lain, masih pindah ke kolom ragu-ragu. Artinya, orang yang ragu-ragu itu masih lebih mudah dibujuk daripada orang yang sudah pindah.

Dengan demikian kita bisa menyimpulkan juga bahwa ada perubahan peta politik, kalau ingin disebut begitu. Artinya, yang tadinya Prabowo nomor dua sekarang menjadi nomor satu, itu terkait dengan endorsement yang diberikan oleh Jokowi selama beberapa bulan terakhir, dan digabung dengan kekecewaan masyarakat terhadap tidak jadinya Indonesia menyelenggarakan Piala Dunia U-20. Itu dua faktor yang bisa terbaca sekarang ini.

Berikut wawancara Perspektif Baru yang dilakukan Budi Adiputro sebagai pewawancara dengan narasumber Djayadi Hanan.

Narasumber kita baru saja merilis, yaitu survei terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (LSI). Ada hal-hal yang menarik, dan sudah menjadi game changer dalam politik kita ke depan. Bagaimana highlight-nya? 

Pertama, ada isu hukum mengenai pernyataan Mahfud MD. Kesimpulannya, publik mengikuti itu dengan seksama. Mayoritas publik yang mengikuti isu ini percaya bahwa memang telah terjadi, misalnya, aliran dana tidak wajar di Kementerian Keuangan. Secara umum, publik kita lebih percaya dengan Mahfud MD dibandingkan dengan aktor-aktor lain. Jadi, memang Mahfud menjadi rujukan di situ.

Kedua, masih terkait isu korupsi. Meskipun tingkat kepercayaan kepada lembaga-lembaga negara, termasuk lembaga penegak hukum, secara umum tidak turun atau stabil. Namun dalam hal penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, lembaga seperti KPK dan kepolisian, masih belum memperoleh kepercayaan yang tinggi dari masyarakat. Masih kalah misalnya dengan Kejaksaan Agung, atau dengan lembaga-lembaga negara yang lain. 

Ketiga, tampaknya isu Piala Dunia, kemudian isu-isu manuver politik yang dilakukan oleh para elit politik itu memberikan pengaruh kepada peta politik terkini, terutama mengenai Pilpres. Temuan kita kemarin itu. 

Berita lamanya adalah yang unggul tier teratas tiga orang itu masih yang sama, yaitu Prabowo, Ganjar, dan Anies. Berita lama yang kedua adalah jarak elektabilitas diantara ketiganya juga masih tipis-tipis. 

Berita barunya adalah menurut data LSI, untuk pertama kalinya sejak Mei 2022 yang artinya sejak setahun terakhir itu Prabowo dalam simulasi tiga nama menjadi nomor satu kembali. Seperti yang kita tahu bahwa selama setahun terakhir kalau simulasi tiga nama maka Prabowo biasanya nomor ke dua atau nomor ke tiga, dan nomor satunya selalu Ganjar. 

Yang menarik adalah Prabowo ke nomor satu tampaknya dibantu oleh turunnya elektabilitas Ganjar. Turunnya elektabilitas Ganjar cukup banyak yaitu 8% di survei LSI, tapi yang berpindah ke Prabowo masih belum banyak, yaitu masih 3%-an. Sementara yang satu lagi yaitu Anies, meskipun stabil dan ada sedikit penguatan, tapi tidak mengalami perubahan yang signifikan.

 

Apakah turunnya Ganjar cukup signifikan, meskipun tadi Anda mengatakan bahwa turunnya Ganjar tidak mengakibatkan naiknya Prabowo secara eksponensial ataupun Anies yang juga cukup mendapatkan berkah?

Turunnya cukup signifikan yaitu 8%. Dari 35% pada Februari lalu menjadi sekitar 27% pada awal April. Prabowo naik 3% dari 27% ke 30%. Sementara Anies dari sekitar 24% menjadi sekitar 25%, sehingga naiknya 1%.

Jadi, kalau kita mau baca secara sederhana penurunan elektabilitas Ganjar itu sebagian kecil ke Prabowo, dan sebagian lagi atau cukup banyak itu pindah menjadi ragu-ragu atau tidak memiliki pilihan saat ini.

 

Apakah ini berarti turunnya Ganjar justru lebih banyak menyumbang undecided voters yang mungkin masih wait and see?

Betul, undecided voters kalau dibandingkan dengan Februari lalu bertambah sekitar 4%. Itu kalau kita hitung maka akan menjadi klop yaitu 3% pindah ke Prabowo, 1% ke Anies, dan sisanya undecided voters

Jadi, berita kurang baiknya bagi Ganjar dan tim adalah turun signifikan. Tapi berita yang masih positif adalah bahwa yang turun signifikan itu tidak serta merta pindah ke calon lain, masih pindah ke kolom ragu-ragu. Artinya, orang yang ragu-ragu itu masih lebih mudah dibujuk daripada orang yang sudah pindah.

 

Apakah turunnya Ganjar juga berdampak pada turunnya PDI perjuangan? Kalau dulu kita menganggap bahwa semakin tinggi approval rating atau kesukaan rakyat pada  Jokowi, maka Ganjar yang dianggap sebagai little Jokowi juga akan mendapatkan berkah atau tetesan yang kurang lebih sama. 

 

Kabarnya, dari riset Lembaga Survei Indonesia, Jokowi mendapatkan momentum yang luar biasa karena sepanjang sejarah dia memimpin, inilah approval rating Jokowi yang paling tinggi yang pernah dicapai. Apa yang menyebabkan approval rating Jokowi ini sampai ke langit ke tujuh?

Betul, di sini ditemukan tingkat approval rating atau tingkat kepuasan kepada Presiden masih tinggi. Sebetulnya kita menemukan tinggi itu sudah sejak Januari, yaitu di angka 75% – 76%-an dan kurang lebih sama dengan sekarang yaitu 76,8%. 

Memang biasanya tinggi rendahnya Jokowi itu terkait dengan tinggi rendahnya partainya, yaitu PDIP. Pada April 2023 tingkat elektabilitas PDIP tetap nomor satu dibanding yang lain, tapi mengalami sedikit penurunan. Dari sekitar 21% pada Januari lalu, sekarang menjadi sekitar 17,7%. Bagaimana membacanya kalau kita kaitkan dengan teori tadi? Teori tadi mengatakan bahwa tinggi rendahnya suara untuk PDIP itu terkait dengan tinggi rendahnya approval rating Pak Jokowi. 

 

Apakah turunnya cukup signifikan?

Tidak terlalu signifikan, sekitar 2-3%.

 

Apakah sekarang di bawah 20%?

Ya, sekarang di bawah 20% yaitu 17,7% - 18%. Jadi, turun dan kita bisa membacanya bahwa mestinya kalau mengikuti Ganjar, tingkat turunnya PDIP itu lebih banyak lagi karena Ganjar turun 8%. Sedangkan PDIP turun hanya sekitar 3%. Itu karena potensi penurunan yang besar itu ditahan oleh tingkat approval rating yang tinggi oleh Jokowi.

Jadi, PDIP masih terbantu karena tingkat approval rating presiden tinggi, walaupun banyak masyarakat menyalahkan Ganjar dan PDIP. Salah satu persoalan yang menyebabkan turun adalah karena kekecewaan terhadap gagalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia, dan sebagian besar orang yang kecewa itu adalah pemilih Jokowi. 

Kalau pemilih Prabowo 2019 itu banyak yang tidak terlalu kecewa karena memang menolak kedatangan Israel di Indonesia. Menurut saya, PDIP mestinya kalau menggunakan teori tadi turun lebih banyak seperti Ganjar, tapi Jokowi bisa memberikan berkah positif karena approval ratingnya masih tinggi.

Lalu, pertanyaan Anda berikutnya pasti mengapa Ganjar turun banyak, padahal Ganjar juga terkait dengan Jokowi?

 

Ya, karena memang logika lamanya seperti itu.

Jawabannya ada pada faktor yang sudah terjadi sejak tiga sampai empat bulan terakhir, terutama sejak November 2022. Sejak November 2022 Jokowi sudah dengan tegas meng-endorse nama lain selain Ganjar.

Jadi, mengapa Jokowi itu seakan-akan penting sekali? Itu karena memang pemilih kita masih terbelah sekarang. Ada pendukung setia Jokowi dan saya kira Jokowi melalui relawannya memang mencoba mengkonsolidasikan itu. Wajar kalau itu masih terus terkonsolidasi. Jadi, gerak-gerik Jokowi yang dibaca oleh para pendukungnya itu bisa berpengaruh. Sejak tiga sampai empat bulan terakhir itu Jokowi memberikan endorsement yang cukup tegas kepada Prabowo.

Misalnya, kalau tidak salah dalam ulang tahun salah satu partai, Jokowi mengatakan, “Maaf ya Pak Prabowo, mungkin setelah ini jatahnya Pak Prabowo menjadi Presiden.” Sambil bergurau. Tapi itu terbaca oleh para pendukung Jokowi sebagai sinyal bahwa Jokowi memberikan endorsement tidak hanya kepada Ganjar, tapi juga kepada Prabowo. 

Itu terbukti dalam survei kita bahwa perpindahan pendukung Jokowi ke Prabowo itu sudah lebih banyak sekarang. Biasanya hampir 60% itu pendukung Jokowi ke Ganjar, kalau kita cek di survei sampai dengan Januari lalu. Sekarang yang mendukung Prabowo dari pemilih Jokowi sudah sekitar 38% dan yang mendukung Ganjar turun sekitar 31% - 32%.

Tapi kenapa ke PDIP tidak membuatnya turun banyak, padahal Jokowi tidak meng-endorse partai lain? Jadi, dengan demikian kita bisa menyimpulkan juga bahwa ada perubahan peta politik, kalau ingin disebut begitu. Artinya, yang tadinya Prabowo nomor dua sekarang menjadi nomor satu, itu terkait dengan endorsement yang diberikan oleh Jokowi selama beberapa bulan terakhir, dan digabung dengan kekecewaan masyarakat terhadap tidak jadinya Indonesia menyelenggarakan Piala Dunia U-20. Itu dua faktor yang bisa terbaca sekarang ini.

Tentu ada faktor-faktor lain seperti manuver para elit, kemudian juga aspek kampanye terutama dari Prabowo. Kemudian posisi yang kurang jelas dari Ganjar, apakah akan dimajukan sebagai Capres atau tidak. Tapi itu dampaknya tidak langsung. Yang terlihat langsung berdampak itu ada dua, yaitu endorsement Jokowi dan kegagalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia.

 

Apakah ini berarti Prabowo naik cukup baik dan kemudian menyusul Ganjar karena memang Jokowi sudah memberikan sinyal lebih clear bahwa tidak hanya Ganjar yang di- endorse tapi juga Prabowo, dan apakah pemilih Pak Prabowo sekarang adalah pemilih organiknya Pak Prabowo ditambah limpahan dari Pak Ganjar Pranowo?

Benar.

 

Kalau kita lihat, Jokowi juga tidak hanya meng-endorse Prabowo. Tapi mengapa Prabowo yang paling mendapatkan berkahnya, dan apakah sebenarnya Prabowo itu sekarang pemilihnya juga tergerus oleh Anies?

Benar. Pertama, endorsement itu tergantung yang di endorse juga. Misalnya, Jokowi meng-endorse saya, maka tidak ada pengaruhnya. Masyarakat punya logikanya sendiri dalam melihat siapa yang pantas menjadi Capres, dan siapa yang pantas menjadi Cawapresnya. 

Ketika Jokowi endorse nama-nama seperti Airlangga, Sandi, dan lain-lain, itu dalam penilaian masyarakat endorsementnya cocok untuk menjadi Cawapres. Tapi yang Capres dalam benak masyarakat adalah tiga orang itu. Siapa diantara tiga orang itu yang di-endorse, maka itu yang akan berpengaruh.

Dalam konteks pemilih Jokowi 2019, berdasarkan data riset yang ada di benak masyarakat itu adalah dua orang yaitu antara Ganjar dan Prabowo. Tadinya hanya Ganjar, lalu Prabowo. Kenapa bisa cepat jump in? Itu karena hampir 100% orang Indonesia sudah tahu Prabowo sama dengan  Jokowi. Jadi, kalau saya membacanya seperti itu. 

Endorsment itu tentu ada pengaruhnya, tapi tergantung juga material atau figur yang di endorse. Itu karena masyarakat mempunyai logikanya sendiri, mempunyai penilaiannya sendiri dalam konteks ini.

 

Mengenai metodologi surveinya, apakah boleh diceritakan kapan survei dilakukan, apa metode yang digunakan, dan seberapa sahih? Itu karena saya dengar bahwa survei ini  melalui telepon? Apa bedanya survei melalui telepon dengan survei tatap muka langsung. Juga, ini karena bertepatan dengan bulan suci Ramadhan, banyak orang menganggap bahwa akan susah melakukan survei sekarang ini karena banyak orang Jakarta yang pindah ke kampung, orang kampung pindah ke sini, dan sebagainya? 

Memang betul pengaruh Ramadan itu membuat mobilitas orang berubah, tapi berubah drastisnya itu nanti setelah tanggal 19 April 2023.

 

Berarti pada saat masa-masa mudik.

Ya, makanya LSI tidak melakukan survei. Satu minggu sebelum lebaran tidak boleh ada survei lagi. Itu karena mobilitas masyarakat biasanya sudah ke kampung. Jadi, kebanyakan masyarakat tidak bisa ditemui. Itu mengenai Ramadhan dan Idul Fitri.

Survei kali ini menggunakan survei telepon, metodenya dengan menggunakan metode Random Digit Dialing (RDD). Artinya, itu membangkitkan nomor-nomor acak. Kemudian itu diseleksi, lalu dihubungi, dan yang bersedia untuk di wawancara langsung diwawancarai secara penuh dengan memperhatikan proporsionalitas dari segi wilayah, gender, segi pendidikan, dan seterusnya. Jadi, sample-nya mewakili karakteristik populasi.

Bagaimana tingkat akurasi survei telepon? Kami sudah melakukan banyak sekali survei telepon, mungkin ratusan dan yang pasti belum ribuan, itu sering kali kami uji bagaimana tingkat akurasinya. Kurang lebih tingkat akurasinya sama, termasuk untuk elektabilitas. Namun, memang ada catatan yaitu survei telepon hanya menjangkau sekitar 83% populasi pemilih nasional. Itu karena ada sekitar 17% pemilih nasional tidak mempunyai handphone atau tidak mengakses handphone, dalam hitungan LSI. Itu yang pertama.

Kedua, catatannya adalah survei telepon tidak bisa memberikan pertanyaan banyak-banyak. Tidak mungkin orang ditelepon sampai 30 menit, pasti akan marah. Tapi orang Indonesia ini masih sangat toleran, ditelepon 15 menit tidak apa-apa. Kalau di Amerika ditelepon dua sampai tiga menit saja orang sudah mulai marah. Selama 15 menit kita bisa menanyakan antara 20 sampai 25 pertanyaan atau kadang-kadang sampai 30, tergantung tingkat kesulitan pertanyaannya. Karena itu survei telepon itu biasanya pertanyaannya tidak banyak. Yang banyak adalah analisisnya. 

Lalu, kekurangan lainnya kita harus menghubungi sangat banyak nomor, ada sekitar 27 ribu nomor yang kita bangkitkan secara acak. Kemudian kita coba hubungi, yang memenuhi syarat diwawancara hanya sekitar 1.400-an orang.

Misalnya, saya dapat nomor teleponnya Anda, kemudian saya telepon dan saya tanya apakah Anda sudah berusia 17 tahun atau belum. Kemudian warga negara Indonesia atau bukan, domisili dimana, dan seterusnya. Jadi, yang memenuhi syarat untuk diwawancara yaitu kategori pemilih. Lalu, apakah bersedia atau tidak karena kalau tidak bersedia tidak boleh dipaksa. Dari 1.400-an yang memenuhi syarat itu, ada 1.229 yang bisa kita wawancara secara penuh dan itu tersebar secara cukup representatif di seluruh wilayah Indonesia.

Previous
Previous

Next
Next