Pandemi Berdampak Besar Bagi Penyandang Disabilitas
Salam Perspektif Baru,
Pada tahun ini Indonesia ditunjuk sebagai Presidensi G20 sekaligus tuan rumah ajang pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Salah satu topik yang akan diangkat oleh Indonesia selaku tuan rumah adalah kesetaraan penyandang disabilitas di berbagai sektor, terutama sektor ketenagakerjaan. Kita bahas topik ini dengan narasumber kita seorang penyandang disabilitas yaitu Sunarman Sukamto yang saat ini menjabat sebagai Tenaga Ahli Madya di Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP).
Kantor Staf Presiden (KSP) bersama kementerian lembaga, jaringan organisasi dan jaringan Advokasi Hak Penyandang Disabilitas melakukan survei dua kali pada 2020 dan 2021 tentang dampak pandemi COVID-19 terhadap penyandang disabilitas di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan, bahwa sebagian besar teman-teman disabilitas terdampak lebih dalam akibat pandemi COVID-19 dan juga lebih sulit untuk bangkit kembali untuk memulai usaha, terutama sektor UMKM.
Misalnya, kalau non penyandang disabilitas masih lebih mudah mencari pekerjaan alternatif, tetapi teman-teman penyandang disabilitas tidak banyak pilihan. Sebelum pandemi pun teman-teman ini masih memiliki beragam tantangan. Misalnya dari aspek aksesibilitas, masih sangat minim sarana prasarana yang memungkinkan teman-teman mengembangkan potensi dan ekonominya. Sementara dampak pandemi COVID ini menyebabkan sebagian besar usaha teman-teman tidak jalan.
KSP bersama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan cukup intensif berkomunikasi untuk mendorong agar pertumbuhan ekonomi dan keuangan Indonesia, meskipun masa pandemi, tidak melupakan upaya-upaya untuk mengurangi pengangguran dan mengurangi kemiskinan ekstrem, khususnya di kalangan penyandang disabilitas.
Berikut wawancara Perspektif Baru yang dilakukan Hayat Mansur sebagai pewawancara dengan narasumber Sunarman Sukamto.
Pemerintah sangat serius meningkatkan inklusivitas ketenagakerjaan bagi penyandang disabilitas. Salah satu keseriusan itu tercermin dengan diangkatnya isu tersebut dalam Presidensi G20 tahun 2022. Apa arti penting isu ini diangkat di Presidensi G20 dan apa tujuannya?
Bapak Presiden serta jajaran kabinet saat ini memang sangat serius karena Indonesia memang mempunyai komitmen nasional dan internasional untuk mengurangi kemiskinan ekstrem. Kita tahu bahwa penyandang disabilitas yang jumlahnya menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 ada 23 juta dan angkatan kerjanya 17 juta.
Jadi, memang bukan angka yang sedikit, dan ini sangat strategis untuk kita pastikan supaya angkatan kerja penyandang disabilitas memiliki hak, dan kesempatan yang sama untuk berkarir baik di lingkungan pemerintahan, BUMN, BUMD maupun perusahaan swasta dan juga yang di sektor informal adalah di UMKM dan koperasi.
Mengapa ini penting untuk kita angkat? Karena kita ingin menjadi negara yang berkontribusi untuk mengurangi kemiskinan ekstrem dan menciptakan generasi produktif. Apalagi Indonesia saat ini sedang mengalami bonus demografi yang mana ini harus kita pastikan tidak boleh ada yang tertinggal sama seperti tagline dari Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu Leave No One Behind. Dalam konteks ketenagakerjaan, teman-teman penyandang disabilitas juga harus kita dorong dan kita promosikan agar memiliki hak yang sama dalam ketenagakerjaan.
Dalam konteks ketenagakerjaan, bagaimana kondisi saudara-saudara kita penyandang disabilitas? Apakah mereka saat ini sudah terserap di sektor ketenagakerjaan baik swasta maupun pemerintah?
Kalau data yang kita himpun dari berbagai kementerian lembaga, katakanlah untuk kuota minimal 2% di pemerintahan, sejak ada Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016, maka sejak tahun 2017 perekrutan Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah memberikan afirmasi kuota khusus untuk penyandang disabilitas yang mana kuota itu sudah dialokasikan dan kemudian disebarluaskan.
Teman-teman disabilitas juga sudah melakukan atau banyak melakukan registrasi dan uji kompetensi di sana. Dari angka yang akhirnya terserap sebagai ASN pusat dan daerah itu juga cukup baik perkembangannya.
Tahun 2017 ada 140 teman-teman penyandang disabilitas yang terserap, pada 2018 ada 1.800, yang mana naiknya sangat signifikan, kemudian 2019 ada 2.150-an. Ini dari penyerapan sebagai ASN artinya pemerintah ingin ada progres bagaimana sebetulnya kawan-kawan disabilitas bisa berkarya dan berkontribusi membangun negara di lingkungan pemerintahan pusat maupun daerah.
Kemudian untuk perusahaan, baik BUMN maupun perusahaan swasta, data yang kita himpun sampai 2021, ada 553 perusahaan BUMN maupun swasta yang mempekerjakan kira-kira 4.500 penyandang disabilitas. Memang belum ideal 2% tapi minimal dalam konteks kita di tengah pandemi, kita berusaha berkolaborasi dengan BUMN dan perusahaan swasta agar kuota ini tetap dijalankan. Kira-kira seperti itu situasi dan kondisinya. Untuk UMKM memang belum ada data yang valid, tetapi situasinya saat ini adalah pelaku UMKM teman-teman penyandang disabilitas itu banyak yang terdampak pandemi dan sulit untuk bangkit.
Sebelum pandemi COVID-19 melanda dunia pada 2020, penyandang disabilitas itu sudah memiliki tantangan dan hambatan yang cukup signifikan dalam mendapatkan lapangan pekerjaan. Bagaimana kondisi saudara-saudara kami sebagai penyandang disabilitas ini di masa pandemi COVID -19 dalam mendapatkan pekerjaan? Apa betul penyandang disabilitas lebih sulit mendapatkan pekerjaan, dan lebih berisiko mengalami kehilangan pekerjaan?
Itu informasi yang valid. Jadi, Kantor Staf Presiden (KSP) bersama kementerian lembaga, jaringan organisasi dan jaringan Advokasi Hak Penyandang Disabilitas melakukan survei dua kali pada 2020 dan 2021 tentang dampak pandemi COVID-19 terhadap penyandang disabilitas di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan, bahwa sebagian besar teman-teman disabilitas terdampak lebih dalam akibat pandemi COVID-19 dan juga lebih sulit untuk bangkit kembali untuk memulai usaha, terutama sektor UMKM.
Apakah bisa dijelaskan terdampak lebih dalamnya seperti apa?
Misalnya, kalau non penyandang disabilitas masih lebih mudah mencari pekerjaan alternatif, tetapi teman-teman penyandang disabilitas tidak banyak pilihan. Sebelum pandemi pun teman-teman ini masih memiliki beragam tantangan. Misalnya dari aspek aksesibilitas, masih sangat minim sarana prasarana yang memungkinkan teman-teman mengembangkan potensi dan ekonominya. Sementara dampak pandemi COVID ini menyebabkan sebagian besar usaha teman-teman tidak jalan.
Bahkan yang lebih membuat teman-teman terdampak lebih dalam adalah sangat kecil teman-teman tercover bantuan sosial untuk pemulihan ekonomi. Ini karena belum ada data yang available setiap saat yang bisa diakses dengan cepat dan digunakan untuk melakukan asesmen bagaimana mendukung UMKM teman-teman yang terdampak pandemi. Memang ada sebagian kecil yang sudah mendapatkan support, tapi sebagian besar menurut kajian itu masih sulit untuk mengembangkan kembali aktivitas ekonomi teman-teman.
Dengan kondisi tersebut, apa upaya yang sedang dilakukan oleh pemerintah untuk saudara-saudara kita penyandang disabilitas?
Pertama, memang kita mencoba mengorganisir pendataan, kemudian kita mendorong agar ada kebijakan afirmasi khusus untuk teman-teman penyandang disabilitas melalui beragam fasilitasi baik itu pelatihan, literasi keuangan, literasi pemasaran digital, kemudian juga sarana prasarana usaha yang sesuai dengan hasil temuan di lapangan.
Bagaimana bagi saudara-saudara kita penyandang disabilitas untuk bisa mengakses literasi-literasi yang disediakan oleh pemerintah tersebut agar bisa meningkatkan keterampilannya dan bisa masuk ke pasar tenaga kerja yang lebih luas?
Biasanya kementerian sektor terkait merancang pelatihan khusus untuk penyandang disabilitas termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Tenaga Kerja, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Itu sudah memiliki atensi untuk menyasar kelompok usaha atau pelaku UMKM dari teman-teman penyandang disabilitas, tapi memang masih terbatas. Masih terbatas di sini karena data yang komprehensif belum tersedia.
Kedua, anggarannya memang cukup terbatas karena kita memang masih refocusing untuk banyak menghadapi pandemi, untuk vaksinasi dan penanganan virus COVID-19. Tapi paling tidak kesadaran dan komitmen kementerian lembaga sebagai pemerintah itu tetap ada. Kantor Staf Presiden (KSP) mendorong supaya ini lebih konkrit dan lebih komprehensif lagi.
KSP bersama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan cukup intensif berkomunikasi untuk mendorong agar pertumbuhan ekonomi dan keuangan Indonesia, meskipun masa pandemi, tidak melupakan upaya-upaya untuk mengurangi pengangguran dan mengurangi kemiskinan ekstrem, khususnya di kalangan penyandang disabilitas.
Untuk membuka akses ketenagakerjaan bagi penyandang disabilitas ini perlu kesadaran dari pihak swasta, maupun juga pihak pemerintah dalam hal ini BUMN atau BUMD. Bagaimana rasio ketenagakerjaan yang diserap oleh mereka? Apakah sudah sesuai dengan peraturan?
Belum, kira-kira masih sekitar 1%-an, belum mencapai 2%. Itu pun yang terdaftar masih banyak yang belum melaporkan tentang ketenagakerjaan penyandang disabilitas. Tadi kami sampaikan baru 553 perusahaan yang melaporkan, baik BUMN maupun swasta. Padahal ada berapa ribu perusahaan di Indonesia ini.
Jadi, memang masih sangat jauh tetapi bahwa upaya membuka akses itu adalah salah satunya Kementerian Tenaga Kerja sudah mengeluarkan Peraturan Menteri tentang pembentukan unit layanan disabilitas ketenagakerjaan di semua provinsi di kabupaten/kota.
Kementerian Dalam Negeri juga membuat surat edaran dukungan terhadap Peraturan Menteri Tenaga Kerja ini untuk menghimbau semua Gubernur, Bupati, Walikota untuk mempercepat pembentukan unit layanan identitas ketenagakerjaan supaya semua persoalan dan hambatan di lapangan terkait akses teman-teman disabiltas di ketenagakerjaan terfasilitasi oleh negara.
Tadi telah dijelaskan bahwa mereka masih terkendala untuk bisa terserap di swasta maupun BUMD. Apa penyebab mereka masih sulit terserap? Apakah karena komitmen dari pemerintah daerah dan swasta yang masih rendah?
Benar sekali, hambatan pertama memang komitmen. Jadi, komitmen dan keberpihakan itu masih harus didorong lebih kuat lagi oleh pemerintah pusat melalui kementerian-kementerian lembaga, KSP dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.
Kedua, ketersedian data dimana sebetulnya penyandang disabilitas usia produktif yang dibutuhkan oleh perusahaan? Ini memang belum ada semacam big data atau peta penyandang disabilitas produktif, yang ada memang baru penyandang disabilitas yang pernah mendapatkan bantuan atau pernah mendapatkan pelatihan, tetapi data yang komprehensif belum ada.
Berikutnya adalah banyak sekali perspektif yang belum berbasis HAM sebagaimana arahan presiden. Perspektifnya adalah masih menganggap penyandang disabilitas tidak mampu bekerja. Dalam konteks itu bisa tercermin salah satunya adalah banyak syarat-syarat perekrutan tenaga kerja masih mendiskriminasi.
Misalnya, kami membutuhkan penyandang disabilitas, tetapi yang disabilitas ringan, tidak pakai alat bantu, ini sangat mengganggu komitmen bersama bahwa yang namanya pekerja itu seharusnya syaratnya adalah kompetensi. Tapi masih banyak juga syaratnya dan syarat tersebut adalah syarat disabilitasnya. Ini yang harus terus kita perbaiki, persepsi yang masih kurang sesuai dengan komitmen bersama ini.
Tadi disebutkan masih ada perspektif yang diskriminatif bahwa disabilitas tidak mampu bekerja. Saya jadi terpikirkan, apakah saudara-saudara kita yang penyandang disabilitas itu bekerja atau terserap karena kompetensinya dan keahliannya, atau mohon maaf karena belas kasihan dari pihak perusahaan ataupun pemerintah daerah?
Kalau yang kita monitor itu teman-teman melakukan berbagai atau serangkaian proses yang sama dengan tenaga kerja non disabilitas. Hanya memang dalam konteks perekrutan atau afirmasi ada jatah atau kuota supaya ada penempatan. Kedua, ada akomodasi yang layak dalam prosesnya. Misalnya, untuk melakukan seleksi, teman-teman penyandang disabilitas harus diperhatikan situasi kondisi khususnya.
Pada teman-teman yang disabilitas netra kalau ujianya pakai komputer biasa dia tidak, maka harus didukung dengan komputer yang aksesibel untuk teman-teman netra. Kemudian begitu juga dengan teman-teman tuli, bagaimana komunikasi itu bisa tersedia bahasa isyarat. Kemudian untuk teman-teman yang pakai alat bantu seperti kursi roda, tentu lokasi dan tempat tesnya harus memastikan aksesibilitas dan akomodasi yang layak. Misalnya, penyesuaian tinggi meja, dan sebagainya.
Kesimpulannya adalah teman-teman penyandang disabilitas dapat bekerja karena memang kompetensinya. Presiden pernah menyampaikan bahwa perekrutan pekerja itu harus sistem meritokrasi.
Upaya meningkatkan akses penyandang disabilitas ke sektor ketenagakerjaan tentu saja tidak menjadi tanggung jawab sepenuhnya pemerintah, tapi ini perlu dukungan semua pihak. Bagaimana saat ini sinergi antara pemerintah dan swasta untuk penyandang disabilitas bisa masuk ke akses pasar ketenagakerjaan?
Tentu dengan adanya serangkaian kebijakan dan regulasi, juga saya mengikuti beberapa kegiatan yang di sana ada semacam kesepahaman antara kementerian, misalnya lintas kementerian lembaga, kerja sama antara Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Sosial, Kementerian BUMN, dan Kementerian Koperasi dan UKM dalam satu acara untuk bagaimana mengamanatkan kebijakan afirmasi.
Bukan hanya itu, juga ada serangkaian MOU atau kesepakatan. Bahkan saat ini Indonesia sudah mempunyai Komisi Nasional Disabilitas (KND). Belum lama ini KSP juga ikut mendukung adanya MOU antara KND, ILO, dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO).
Saat ini kita sudah ada di era informasi teknologi, bagaimana upaya pemerintah agar teman-teman penyandang disabilitas ini mudah mengakses informasi mengenai lowongan pekerjaan?
Ini menjadi tantangan tersendiri bagi teman-teman di daerah khususnya, dimana akses edukasinya atau tingkat pendidikannya rendah, akses informasi rendah, sehingga saat ini yang bisa kita upayakan adalah kita membangun jejaring dengan jaringan organisasi nasional maupun lokal untuk menginformasikan adanya berbagai informasi yang khusus untuk penyandang disabilitas melalui webinar, melaui FGD maupun melalui sistem informasi aksesibel.
Kemudian juga kita dorong agar format informasi itu aksesibel untuk teman-teman, misalnya disertai dengan Juru Bahasa Isyarat (JBI), kemudian untuk yang berbentuk flyer atau informasi itu juga bisa terbaca oleh screen reader atau pembaca layar untuk aksesibilitas teman-teman penyandang disabilitas sensorik netra.
Apakah itu sudah ada aplikasinya? Misalnya call center yang harus dihubungi, atau aplikasi yang harus dia buka yang memang itu situs untuk mencari pekerjaan bagi penyandang disabilitas yang dibuat oleh pemerintah.
Ada beberapa. Jadi, ada pihak ketiga atau perusahaan perusahaan khusus yang menghubungkan antara tenaga kerja penyandang disabilitas dan perusahan-perusahan. Itu memang ada kerja sama dan juga leading-nya Kementerian Tenaga Kerja, kemudian juga ada situs-situs yang menghubungkan antara pencari kerja dan pemberi kerja khusus sektor ketenagakerjaan penyandang disabilitas.
Saya tidak hafal nama-nama situsnya, tetapi itu ada beberapa kerjasama tripartit antara pemerintah, perusahaan, dan teman-teman pencari kerja dengan pihak ketiga. Katakanlah semacam outsourching, perusahaan yang mempertemukan antara perusahaan dengan tenaga kerja penyandang disabilitas dengan peran pemerintah, dan juga peran perusahaan penghubung.