Pajak Karbon Penting
Salam Perspektif Baru,
Jumpa lagi bersama saya Budi Adi Putro untuk berbincang, berdiskusi, dan berbagi perspektif tentang macam-macam hal yang mungkin saja dan mudah-mudahan berguna bagi kehidupan Anda, orang-orang di sekitar Anda, dan kehidupan kita sebagai bangsa Indonesia untuk melanjutkan semangat dan gelora pencerahan publik dan juga edukasi publik dari almarhum Wimar Witoelar. Kita sebagai yang muda-muda akan meneruskan semangat WW untuk terus menjaga dan membuka nalar perspektif Anda semua tentang berbagai isu.
Kali ini kita akan bicara mengenai sesuatu isu, yang mungkin baru dan mungkin asing di telinga kita, karena ini bukan soal politik, bukan soal ramai viral di media sosial. Tapi kita bicara mengenai hal yang sebenarnya penting untuk keberlangsungan dan keberlanjutan kita sebagai sebuah negara yang sehat ke depannya, yaitu kita bicara mengenai pajak karbon untuk mitigasi perubahan iklim dan juga pemulihan ekonomi. Narasumber kita adalah Hayat Mansur, Ketua Yayasan Perspektif Baru.
Hayat Mansur mengatakan kehadiran pajak karbon penting karena ini menjadi perspektif baru atau sudut pandang baru bagi kita sebagai bangsa melihat bagaimana upaya menumbuhkan ekonomi dan menjaga lingkungan untuk kesejahteraan rakyatnya.
Dalam hal ini cara pandang baru kita terhadap emisi karbon perlu dikomunikasikan kepada publik agar mereka dapat memahaminya secara tepat. Penolakan-penolakan yang terjadi itu karena mereka belum mendapatkan informasi yang tepat, informasi yang benar mengenai pentingnya pengurangan emisi karbon, terutama salah satunya melalui pajak karbon. Jadi di sini pemerintah perlu melakukan edukasi publik.
Berikut wawancara Perspektif Baru yang dilakukan Budi Adi Putro sebagai pewawancara dengan narasumber Hayat Mansur.
Kalau kita bicara mengenai perubahan iklim, maka biasanya kita akan bicara mengenai bagaimana lingkungan dijaga, bagaimana mengurangi emisi gas rumah kaca, bagaimana tidak menebang hutan, bagaimana kita menjaga coral kita tetap baik, dan hal-hal lain yang mungkin sudah biasa kita dengar ketika kita bicara mengenai perubahan iklim. Tapi pajak karbon ini sesuatu yang baru, sesuatu yang agak asing bagi telinga kita masyarakat Indonesia.
Sebenarnya, apa pajak karbon, apa gunanya untuk kita, dan apakah kita bisa melakukan atau mengimplementasikan kebijakan mengenai pajak karbon ini?
Ini sesuatu hal yang baru dari kehidupan kita sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sebagai individu dan juga badan usaha tentu saja pasti menghasilkan sampah. Pemerintah terutama pemerintah daerah selama ini memungut retribusi atau iuran untuk pengelolaan sampah tersebut. Kali ini retribusi atau iuran yang akan dipungut adalah sampah berupa emisi karbon. Jadi ini merupakan jenis pajak baru untuk pengelolaan sampah emisi karbon.
Saat ini pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang membahas pajak karbon ini untuk bisa disahkan dan diberlakukan pada 2022. Pajak karbon ini penting bagi kita semua karena emisi karbon yang selama ini kita hasilkan itu telah memicu terjadinya perubahan iklim. Dampak perubahan iklim sudah mulai terasa, yaitu musim kering yang lebih panjang, musim hujan yang lebih lama dengan intensitas curah air yang lebih lebat, dan juga sering terjadi badai di beberapa negara.
Itu merupakan beberapa tanda mulai terjadinya perubahan iklim. Dampaknya dari perubahan iklim ini lebih berbahaya lagi karena ini bisa memusnahkan semua kehidupan di muka bumi. Salah satu upaya untuk menurunkan emisi karbon adalah melalui kebijakan fiskal, yaitu melalui pajak karbon.
Apa hubungan kebijakan fiskal dengan perubahan iklim, kebijakan fiskal dengan apa yang kita rasakan sehari-hari. Misalnya, tadi Anda mengatakan musim hujan jadi tidak tentu, musim kering jadi lebih lama. Apa hubungannya hal-hal yang kita lihat di sekitar kita, lingkungan kita dengan kebijakan fiskal?
Emisi karbon telah menyebabkan perubahan iklim. Tanda-tanda perubahan iklim yaitu musim kemarau lebih panjang atau musim hujan dengan curah air yang lebih lebat. Guna mencegah terjadinya perubahan iklim maka kita, termasuk semua masyarakat internasional, harus menurunkan emisi karbon yang dihasilkan agar ini tidak terus bertambah ada di bumi.
Upaya untuk menurunkan emisi karbon itu salah satu caranya adalah melalui kebijakan fiskal. Artinya, pengenaan pajak kepada perusahaan atau industri atau individu yang mengeluarkan yang menghasilkan sampah emisi karbon ini. Mereka dikenakan pajak atau iuran untuk sampah emisi karbon yang dibuat atau dihasilkan. Dengan pengenaan pajak ini maka orang atau badan usaha akan berpikir lebih dalam lagi kalau mau menghasilkan emisi karbon karena dia akan terkena pajak. Kalau dia tidak menghasilkan karbon maka dia tidak akan terkena pajak.
Ini menarik. Tadi Anda mengatakan perusahaan atau industri yang menghasilkan sampah karbon semakin membuat alam dan iklim kita menjadi rusak. Jadi, ke depannya mereka harus pikir dua kali. Tapi, apa sampah karbon yang bisa dipajaki dan layak dipajaki?
Itu terutama adalah industri-industri yang mengelola minyak dan gas karena industri tersebut yang banyak menghasilkan karbon. Jadi mereka harus dikenakan pajak karbon agar industri beralih kepada penggunaan energi yang terbarukan, energi yang lebih bersih yang lebih ramah lingkungan. Di dunia saat ini semua sedang trend beralih ke energi terbarukan untuk upaya mengurangi emisi karbon ini.
Kalau kita bicara dunia. Apakah ada contoh story atau tidak mengenai bagaimana negara-negara lain juga memajaki industrinya untuk pajak karbon ini?
Di seluruh dunia saat ini sudah ada sekitar 25 negara yang mengenakan pajak karbon kepada industri industri yang menghasilkan emisi. Dari 25 negara itu diantaranya ada Kanada, Ukraina Jepang, Perancis, dan tetangga kita Singapura yang telah menerapkan pajak karbon. Contoh sukses story-nya adalah rata-rata mereka berhasil menurunkan emisi karbon negaranya.
Contohnya, Swedia dilaporkan berhasil menurunkan emisi karbon sebanyak 25% dari pengenaan pajak karbon ini karena industri berusaha beralih dari industri yang menghasilkan emisi kotor kepada yang lebih rendah emisi dan lebih ramah lingkungan.
Jadi ini sebenarnya juga inovasi yang baru. Sekarang kita mengenal istilah ada karbon kredit. Dulu beberapa tahun lalu pada era Presiden Susilo Bambang Yudhonono (SBY), kita mengenal Reducing Emission from Deforestation and forest Degradation (REDD) misalnya. Jadi, mungkin publik agak sulit membedakan apakah ini pajak karbon, atau karbon kredit, atau ini bagian dari REDD. Jadi semuanya ada insentif dan disinsentif. Bagaimana membedakan istilah-istilah ini dan juga kebijakan-kebijakan yang sudah ada sebelumnya?
Pajak karbon ini merupakan perspektif baru bagi bangsa Indonesia karena ini merupakan sudut pandang baru bagi kita sebagai bangsa melihat bagaimana upaya menumbuhkan ekonomi dan menjaga lingkungan untuk kesejahteraan rakyatnya. Pajak karbon ini dikenakan kepada individu atau badan usaha seperti perusahaan dan industri yang menghasilkan emisi karbon atau sampah karbon yang melebihi batas yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Misalnya, batas yang ditentukan pemerintah untuk suatu industri, ini belum ditetapkan pemerintah, untuk suatu industri bahwa sampah karbon yang diperbolehkan atau yang tidak terkena pajak adalah misalnya 100 kg per bulan. Jadi kalau dia melebihi atau sama dengan100 kg per bulannya maka industri tersebut akan terkena pajak.
Jadi Sekali lagi, pajak karbon ini merupakan perspektif baru mengenai cara pandang kita untuk memulihkan ekonomi dan juga untuk menjaga lingkungan.
Yang menarik begini, Presiden Joko Widodo dari pidatonya beberapa tahun terakhir bahkan ketika Pemilu kemarin ingin sekali membuka ruang untuk investasi, bahkan kita sudah menerbitkan Omnibus Law yang memberikan banyak sekali kemudahan, banyak sekali insentif dan stimulus bagi dunia usaha untuk mau berinvestasi dan mengembangkan usahanya di Tanah Air.
Jika ada pajak karbon maka banyak yang berpikir wah ini nanti bisa menjadi disinsentif dong untuk para pengusaha dan juga industri. Jadi orang menjadi takut lagi berinvestasi di Indonesia. Orang tidak mau lagi mengembangkan usahanya nanti di Indonesia yang mungkin ujung-ujungnya pemulihan ekonomi nasional bisa terhambat?
Justru ini sebaliknya, ini akan mendukung upaya menarik investasi terutama dari luar negeri. Kita lihat perspektif secara global saat ini bahwa daya saing sebuah produk atau jasa sudah tidak ditentukan lagi oleh suatu harga atau mutu dari barang atau jasa yang diberikan. Tapi masyarakat internasional, konsumen internasional melihat daya saing itu sudah memperhitungkan biaya eksternalitas dari suatu produk atau jasa dalam hal ini biaya eksternalitas dari emisi karbon yang dihasilkannya.
Adanya pajak karbon ini, maka itu akan menarik investasi-investasi dari luar negeri, yaitu “investor yang peduli lingkungan”, mau menaruh investasi di sini. Itu karena di sini ada insentif bahwa kalau mereka berinvestasi di sektor yang rendah emisi, di sektor yang bersih dari emisi karbon maka mereka tidak akan terkena pajak. Tapi sebaliknya, kalau mereka investasi di sektor yang menghasilkan banyak karbon, maka mereka akan memperhitungkan bahwa itu akan terkena pajak. Nah itu kaitannya mengapa ini bisa menarik investasi dan juga pemulihan ekonomi.
Data yang saya dapat dari The International Energy agency yaitu Badan Energi Dunia yang menerbitkan laporannya pada September 2020, bahwa sektor energi terbarukan, yang ramah lingkungan yang sangat sangat rendah emisi karbon, itu telah membuka lapangan pekerjaan secara global sekitar 11,5 juta pekerjaan. Dari jumlah tersebut 63% merupakan pekerjaan yang dibuka di Asia. Jadi sekitar tujuh juta pekerjaan dari sektor energi terbarukan itu dibuka di Asia. Artinya, ini merupakan potensi bahwa investasi yang hijau membuka lapangan pekerjaan dan akan mendukung pemulihan ekonomi.
Menarik nih. Tadi Anda mengatakan bahwa sebenarnya ini bukan membuat investor takut, justru menjadi insentif baru karena memang ke depan kayaknya green industry, green economy ini akan menjadi masa depan baru. Juga investasi serta teknologi di sana sudah semakin memmumpuni untuk menunjang visi green industry dan green economy tadi. Apakah benar pola ekonomi dan industri yang lama itu sudah segera habis kadaluarsa, memang sudah tidak zaman lagi?
Betul, industri-industri yang mencemarkan yang menghasilkan banyak emisi karbon merupakan sunset industry, industri yang akan segera tenggelam. Pertama, di seluruh dunia cadangan- cadangan migas itu sudah semakin menipis, Jadi mereka mau tidak mau akan beralih kepada energi terbarukan.
Sekarang di seluruh dunia sedang berlomba-lomba suatu negara bisa menghasilkan atau memproduksi energi terbarukan, termasuk untuk transportasi mobil-mobil listrik dan sebagainya. Jadi energi terbarukan ini merupakan industri yang sunrise yang akan terus muncul karena sumbernya tidak akan habis, selalu diperbaharui. Misalnya, matahari akan selalu ada selama kehidupan ini ada, air juga akan tetap ada. Jadi industri-industri yang menghasilkan banyak karbon itu merupakan industri yang sunset, sedangkan industri yang ramah lingkungan merupakan yang sunrise.
Teknologi penunjangnya juga sudah semakin maju dan semakin murah. Jadi investasi para pengusaha, kalau memang serius ingin bergerak di sektor ini atau sektor sunrise tadi, juga memang sebenarnya menguntungkan.
Bagaimana cara meyakinkan industri, terutama ini karena kalau bicara pajak maka agak menakutkan untuk indutri, dan bagaimana caranya mengkomunikasikan ini kepada masyarakat bahwa pajak karbon ini penting, kemudian industri juga harus mendukung dan juga tentunya masyarakat?
Saya setuju sekali bahwa ini perlu adanya komunikasi karena sekali lagi ini perspektif baru, cara pandang baru kita terhadap emisi karbon itu perlu dikomunikasikan kepada publik agar mereka dapat memahaminya secara tepat. Penolakan-penolakan yang terjadi itu karena mereka belum mendapatkan informasi yang tepat, informasi yang benar mengenai pentingnya pengurangan emisi karbon, terutama salah satunya melalui pajak karbon ini.
Di sini pemerintah perlu melakukan edukasi publik. Saya tahu teman-temannya Budi Adiputro banyak yang bergerak di bidang komunikasi atau konsultan PR, seperti di Intermatrix Communication. Mereka mungkin bisa membantu untuk mensosialisasikan ini kepada publik.
Jadi pemerintah sebelum menerapkan ini harus gencar melakukan edukasi publik dan sosialisasi publik agar publik memahami pentingnya pajak karbon ini untuk pemulihan ekonomi dan juga perubahan iklim. Jadi, bisa mengadakan seperti focus group discussion, kampus roadshow kepada generasi muda, dan berbagai macam bentuk-bentuk sosialisasi lainnya.
Tolong Anda ceritakan kepada kami seberapa menguntungkan Indonesia jika pajak karbon ini betul-betul bisa diregulasikan dan diterapkan. Ini penting juga karena yang dipajaki adalah industri yang tidak ramah lingkungan, jadi seharusnya uang dari ini juga dipastikan untuk kembali kepada sektor energi terbarukan atau sektor lingkungan untuk mencegah perubahan iklim?
Saat ini pemerintah berencana mengenakan pajak emisi karbon sebesar Rp75 per kg karbon dioksida atau yang setaranya. Dari hitung-hitungan sebuah lembaga konsultan keuangan, kalau menerapkan pajak Rp75 saja per kilogram, ini termasuk yang paling murah di seluruh dunia, maka potensi pendapatan negara dari pemungutan emisi karbon itu bisa mencapai sekitar Rp 29 triliun sampai Rp 57 triliun per tahun. Itu tahun pertama dan potensinya sangat besar sekali.
Saya sangat setuju mengenai pernyataan beberapa pejabat pemerintah bahwa pajak karbon itu nanti akan digunakan lebih banyak untuk pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Saat ini Indonesia memiliki sumber energi terbarukan sangat berlimpah totalnya mencapai sekitar 442 Gigawatt. Jadi ini potensi yang sangat besar untuk kita bisa beralih dari energi kotor ke energi bersih.
Dari 442 GW itu ada tiga yang sangat besar yang bisa dimaksimalkan untuk dikembangkan dari dana pajak itu. Misalnya, pembangkit listrik tenaga surya totalnya mencapai 273 Gigawatt, yang kedua energi air mencapai 75 Gigawatt atau (75.000 MW), dan yang terakhir adalah angin yaitu mencapai 60 MW. Kalau ini dikembangkan maka otomatis pembangkit-pembangkit yang bersumberkan Migas akan berkurang digantikan dengan energi terbarukan.
Perhitungan para pakar energi terbarukan, misalnya, PLTA terbesar yang saat ini ada dua di China, yaitu PLTA Three Gorges Dam sebesar 22.500 MW bisa mengeliminasi penggunaan batubara sekitar 31 juta ton, dan menghilangkan 86 juta karbon dioksida.
Kalau di Indonesia ada PLTA Batang Toru yang berkapasitas 510 MW di Medan Sumatera Utara. Kapasitas tersebut mampu mengurangi potensi emisi karbon sebanyak 1,6 juta ton. Kemampuan ini setara dengan 12 juta pohon menyerap emisi karbon. Jadi ketika energi-energi terbarukan ini dikembangkan dari dana-dana fiskal tersebut maka emisi karbon yang bisa dikurangi itu sangat-sangat besar.