Berkarya Jujur Lewat Film

Salam Perspektif Baru,

Narasumber kita kali ini adalah sosok milenial, tepatnya pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) yang kaya prestasi dalam bidang filmografi yaitu Nahata Def Fathan yang akrab dipanggil dengan nama Han. Dia peraih juara satu Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) untuk jenjang SMA Tahun 2020 tingkat DKI Jakarta.

Nahata DEF Fathan mengatakan anggapan untuk membuat film harus masuk sekolah film dulu adalah tidak benar. Sebaiknya dimulai dulu dengan cara otodidak karena sudah terbukti bahwa dia pun bisa melakukannya dari hasil belajar sendiri. Dia otodidak, dia hanya menonton youtube dan melihat di internet. Yang sangat membantu adalah pengalaman dan proses belajarnya.

Juga bagi teman-teman jangan selalu berpikir bahwa kalau ingin membuat film pasti anggarannya besar. Sebenarnya itu kita bisa minimalisir, kita bisa mengeluarkan anggaran seminimal mungkin dengan hasil yang semaksimal mungkin. Jadi kita harus pintar-pintar memanfaatkan apa yang kita miliki sekarang.

Menurut Nahata DEF , kalau kita baru memulai membuat film, memakai kamera apapun bisa. Bahkan sekarang kamera handphone pun sudah memiliki kualitas yang mumpuni untuk membuat film. Memang standarnya kalau sudah masuk festival atau lomba maka sudah memakai kamera DSLR atau Mirrorless. Tapi apapun kameranya yang penting alat itu bisa merekam dan yang lebih penting adalah adanya cerita.

Berikut wawancara Perspektif Baru yang dilakukan Hayat Mansur sebagai pewawancara dengan narasumber Nahata Deffathan.

Han merupakan peraih juara satu Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) untuk jenjang SMA Tahun 2020 tingkat DKI Jakarta, dan juga juara tiga FLS2N SMA 2020 tingkat Nasional. Penghargaan ini didapatnya melalui film pendek berjudul “Kelas Imaji”. Apa yang di kisahkan dalam film “Kelas Imaji” ?

Film ini saya buat saat awal pandemi. Jadi masih terasa sedikit kaget dengan perubahan belajar dari yang awalnya di sekolah, menjadi full di rumah dan online. Saya sebagai pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) saja merasa pusing dan cukup stress karena tidak bisa bertemu dengan teman dan belajar pun juga menjadi lebih susah.

Kadang-kadang saya juga berpikir bahwa sebagai anak SMA saja sudah merasakan seperti ini, bagaimana dengan yang masih di tingkat bawah seperti Sekolah Dasar (SD) bahkan Taman Kanak-kanak (TK)?

Di situ saya melihat satu perspektif yang mungkin jarang diangkat oleh banyak orang. Selain bagaimana cara membuat anak itu tetap belajar, juga bagaimana caranya membuat anak-anak tetap tersenyum atau gembira. Itu karena saat berada di tingkat SD atau TK merupakan saat-saat pertama mereka untuk bertemu teman dan guru. Tapi ini tidak mereka dapatkan saat pandemi. Mungkin saya lebih mengambil cerita itu.

Jadi, ini mengisahkan tentang seorang anak SD yang seharusnya masih bisa bermain dengan teman-teman dan bertemu guru di sekolah, tidak bisa mendapatkan itu selama pandemi. Peran keluarganya ada di sini. Artinya, keluarga harus bisa membantu supaya anak ini tetap gembira dan mood-nya bagus.

Di sini diceritakan ada seorang kakak yang ingin membantu adiknya supaya tetap mau belajar dan tetap gembira dengan proses belajar di rumah. Jadi semua ini sebenarnya berasal dari keprihatinan, dan perhatian saya di masa pandemi terhadap anak-anak SD khususnya mereka harus dijaga. Selain harus mencari kurikulum yang sesuai, mood-nya juga harus diperhatikan. Jangan sampai mereka bosan, sedih, bahkan stress.

Bagaimana cara pembuatan film ini pada saat pandemi?

Pada saat penulisan cerita, kita sempat bingung juga karena biasanya kita dalam pembuatan film  selalu melibatkan banyak orang, kru, dan pemain. Tapi untuk sekarang kita betul-betul dibatasi. Jadi kita satu tim harus berpikir keras, bagaimana caranya untuk tetap bisa produksi di masa pandemi ini. Salah satu caranya adalah dengan menyesuaikan lagi ceritanya, mengurangi casting, dan kru-nya.

Sebagai informasi, syuting film ini saya lakukan di rumah nenek. Jadi, ini juga merupakan salah satu cara kami supaya produksi film ini bisa tetap berjalan dengan memaksimalkan segala sesuatu yang ada di rumah, sehingga bisa menjadi sebuah film yang layak.

Tentunya kita juga selalu menjaga protokol Kesehatan. Di sinilah yang menjadi tantangannya, dimana kru-nya seharusnya ada 15 orang kemudian kita pangkas menjadi lima orang. Kemudian jadwal juga kita padatkan sedemikian rupa supaya tidak berlama-lama kita berkumpul. Alhamdulillah, semuanya berhasil dan tidak ada kendala apapun.

Bagaimana proses pembuatan untuk sebuah film pendek karena banyak sekali generasi milenial yang tertarik untuk membuat film pendek. Apa Langkah awal yang harus dipersiapkan?

Kalau kita bicara mengenai teknis, mungkin teman-teman di sini sudah ada beberapa yang tahu. Dalam membuat film itu dibagi menjadi tiga tahap yaitu pre-produksi, produksi, dan post-produksi.

Pre-produksi merupakan langkah awal yaitu cerita. Sebenarnya film itu bukan masalah gambar atau bagaimana kita mengeditnya, tapi bagaimana penyampaian cerita. Jadi, untuk teman-teman semua yang ingin memulai membuat film harus dimulai dari cerita. Kita harus menulis sebuah cerita, kemudian kita gali ide-idenya, setelah itu baru lanjut ke proses berikutnya.

Salah satu fundamental yang harus teman-teman miliki adalah ide cerita, itu yang penting dalam sebuah film. Dari ide cerita itu dibuatlah sebuah script dan diproses lebih lanjut. Setelah persiapan semua sudah matang, script ada, alat-alatnya sudah siap, pemain, dan kru nya sudah siap, maka kita lanjut ke produksi.

Produksi merupakan proses dari pembuatan film, mulai dari eksekusi kamera, set tempat, dan sebagainya. Ini merupakan bagian yang paling seru. Kemudian setelah produksi kita masuk ke post-produksi yaitu editing. Di sini kita mulai edit film, edit warna, menambahkan musik, dan berlanjut ke distribusi. Misalnya, kita ingin memasukkan film untuk mengikuti lomba atau festival maka itu masuknya ke post-produksi. Jadi, itulah tiga tahapan sederhana dari proses membuat film.

Bagaimana Anda bisa memiliki kemampuan atau keterampilan di bidang tersebut? Apakah belajar di sekolah, kursus, atau otodidak?

Dari SD saya sudah menyukai dunia video, dan pernah membuat video youtube lucu-lucuan bersama teman. Kebetulannya adalah karena sejak kecil saya sudah suka dengan dunia video, ternyata proses yang saya alami dalam membuat video saat masih kecil itu tidak berbeda jauh dengan proses pembuatan film. Ternyata, sejak kecil saya sudah melakukan tahapan-tahapan sederhana dalam pembuatan film.

Ketika masuk ke dunia film, kemudian saya melihat youtube, video-video di internet, dan artikel-artikel ternyata saya sudah melakukan ini kemarin. Jadi, PR saya tinggal bagaimana cara untuk merapikan proses-proses tadi. Bagaimana merapikannya? Saya otodidak, saya hanya menonton youtube dan melihat di internet. Yang sangat membantu adalah pengalaman dan proses belajarnya.

Setelah belajar di internet, youtube, dan banyak kolaborasi bersama teman-teman lain untuk membuat video, di situ saya belajar lagi. Bahkan saya juga bertemu dengan orang yang lebih profesional lagi. Itu juga merupakan salah satu proses belajar saya, dan memang kebanyakan otodidak. Jadi, bagi teman-teman yang beranggapan ketika membuat film harus ke sekolah film, itu tidak benar. Sebaiknya dimulai dulu dengan cara otodidak karena sudah terbukti bahwa saya pun bisa melakukannya dari hasil belajar sendiri.

 

Bagaimana Anda bisa mendapatkan ide cerita karena ide cerita merupakan awal untuk membuat sebuah film.

Kalau bicara mengenai ide cerita dalam sebuah film, kebanyakan dari kita yang membuat film itu mendapatkan ide dari keresahan pribadi, seperti apa yang sedang kita pikirkan. Sama halnya seperti orang yang menciptakan lagu, mereka menulis lirik juga dari keresahan pribadi mereka. Misalnya, mereka sedang mempunyai masalah dengan temannya, mereka akan menulis lirik tentang persahabatan dan membuat lagu. Film pun juga sama seperti itu. Contohnya adalah film “Kelas Imaji”, saya memiliki keresahan pribadi tentang bagaimana kita harus menjaga mood dan menjaga kesehatan mental pada anak. Dari keresahan tersebut saya menjadikan sebuah ide, dan dari ide tersebut maka dibuatlah sebuah cerita.

Jadi, tidak muluk-muluk bahwa dalam film itu harus membuat cerita yang ‘wah’ atau harus cerita yang dalam. Sebenarnya dilihat dari hal-hal yang terjadi di sekitar kita sudah bisa menjadi suatu ide yang bisa dijadikan cerita yang menarik dan memiliki muatan pesan yang bagus. Misalnya, ketika kalian sedang resah karena di sekolah banyak PR, maka cobalah membuat cerita dari kebanyakan PR itu. Kemudian nanti di breakdown lagi, dan ternyata itu bisa dijadikan cerita-cerita baru yang unik dan menarik juga. Jadi, kebanyakan ide cerita itu munculnya dari keresahan pribadi.

 

Dalam pembuatan film pendek selalu ada anggaran yang dibutuhkan. Apakah besar dana yang dibutuhkan dan darimana Anda mendapatkan dana tersebut?

Betul, untuk membuat film kita pasti ada anggaran. Besar kecilnya tergantung dari film yang kita buat, tergantung dari durasinya, berapa orang yang terlibat, set dan alatvapa saja yang kita butuhkan itu berbeda-beda tiap produksinya. Dari semua itu, kalau memang kita sudah serius dalam memproduksi film, maka anggaran yang dibutuhkan pun tidak kecil. Perlu effort untuk mengumpulkan dana tersebut.

Kebanyakan dari film-film yang saya buat itu anggarannya dari uang pribadi. Karena saya masih pelajar, maka anggarannya masih dari patungan dengan teman atau minta bantuan pada orang tua. Itu yang saya lakukan pada film-film pertama saya. Kemudian di film-film saya berikutnya yang produksinya lebih besar, saya mulai mengajukan proposal ke beberapa pihak. Karena dalam pembuatan film pendek itu pasti mengeluarkan anggaran yang cukup besar. Jadi banyak cara dan usaha yang saya lakukan untuk mendapatkan anggaran ini.

Tapi bagi teman-teman jangan selalu berpikir bahwa kalau ingin membuat film pasti anggarannya besar. Sebenarnya itu kita bisa minimalisir, kita bisa mengeluarkan anggaran seminimal mungkin dengan hasil yang semaksimal mungkin. Jadi kita harus pintar-pintar memanfaatkan apa yang kita miliki sekarang.

 

Apa saja peralatan yang harus ada untuk membuat film pendek ini, dan darimana Anda mendapatkan peralatan tersebut?

Peralatan dasar yang paling penting adalah kamera.

 

Apakah ini kamera biasa atau kamera tertentu?

Kalau kita baru memulai membuat film, memakai kamera apapun bisa. Bahkan sekarang kamera handphone pun sudah memiliki kualitas yang mumpuni untuk membuat film. Memang standarnya kalau sudah masuk festival atau lomba maka sudah memakai kamera DSLR atau Mirrorless. Tapi apapun kameranya yang penting alat itu bisa merekam dan yang lebih penting adalah adanya cerita.

Alat-alat pendukung lainnya seperti lighting atau lampu, alat perekam suara, dan lainnya itu sebenarnya hal-hal yang harus kita miliki. Tapi ketika baru memulai, tidak harus langsung memiliki semuanya, perlahan saja. Saya pun mendapatkan alat-alat itu secara perlahan.

Dulu saya hanya menggunakan handphone untuk membuat video untuk dilombakan dan saya menang, sehingga bisa upgrade ke kamera. Kemudian ikut lomba lagi dan menang. Hadiahnya saya gunakan untuk membeli alat-alat pendukung seperti lighting. Yang jelas, yang paling utama adalah kamera. Sekarang kalian semua sudah memiliki handphone, itu sudah bisa digunakan untuk membuat film.

 

Jadi jangan terkendala oleh peralatan.

Betul.

 

Bagaimana Anda memilih para pemain?

Satu hal yang saya pelajari dari menjadi seorang film maker dan sutradara adalah kita harus peka terhadap keadaan dan cerita. Saya suka sekali nonton film, kadang-kadang saat nonton film saya tidak hanya menonton ceritanya sampai selesai. Tapi saya peka terhadap hal-hal kecil seperti pemeran antagonisnya kenapa mukanya bisa menyebalkan, atau yang protagonis kita bisa merasa kasihan terhadapnya.

Peka terhadap hal-hal kecil itu perlu dilatih. Misalnya, ketika bertemu orang cobalah untuk memperhatikan gerak-gerik dan cara bicaranya. Itu benar-benar membantu ketika saya membuat karakter di sebuah cerita. Misalnya, saya membutuhkan karakter seorang remaja yang keras dan nakal, saya sering bertemu teman-teman yang karakternya seperti itu dan mengamati mereka. Dari situ baru saya mencari orang-orang yang bisa acting, kemudian saya tes untuk membaca naskah dan kalau memang sesuai dengan kepekaan yang saya rasakan sebelumnya, maka saya akan memintanya untuk main di film saya.

Jadi, yang harus dilatih adalah kepekaan. Semua orang itu sebenarnya peka, tapi seberapa sensitifnya kepekaan itu yang menjadi concern kita sebagai film maker dan sutradara dalam memilih peran untuk sebuah film.

 

Bagaimana Anda akhirnya bisa mengikuti beragam festival dan menang?

Sebenarnya saya masuk ke dunia film, festival, dan perlombaan itu baru satu tahun. Dalam perjalanan satu tahun ini benar-benar membuka pintu baru, dan membuka mata saya kalau ternyata di pandemi ini justru makin banyak perlombaan film pendek khusus bagi teman-teman yang masih pelajar.

Itu ternyata di internet dan sosial media banyak sekali informasinya, banyak platform yang mengadakan festival. Mereka kebanyakan membuka untuk umum dan pendaftarannya gratis. Jadi, siapa pun memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti festival itu, tinggal kita membuat karya yang bagus untuk diikutkan perlombaan.

Ada satu catatan dari saya, kalau kalian ingin masuk ke perlombaan dan festival maka ketika kalian membuat film jangan ditujukan hal itu untuk memenangkan suatu perlombaan. Itu karena biasanya film-film yang menang festival adalah film yang karyanya jujur, yaitu karya yang benar-benar dari hati yang memang dibuat hanya untuk kepuasan pribadi dan menyampaikan pesan yang bagus.

Previous
Previous

Next
Next