Pahami Diabetes Melitus pada Anak
Salam Perspektif Baru,
Salah satu penyakit kronis yang bisa mengakibatkan disabilitas bahkan sampai kepada kematian adalah diabetes melitus. Penyakit diabetes ini tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga pada anak-anak bahkan dilaporkan jumlah anak-anak penderita diabetes melitus ini makin meningkat. Karena itu hari ini kami menghadirkan narasumber seorang dokter spesialis anak yang telah memiliki pengalaman selama 30 tahun lebih dibidangnya, dr. Endang Triningsih, Sp.A(K).
Menurut Endang Triningsih, penyakit diabetes pada anak ialah penyakit autoimun. Autoimun itu banyak sekali penyebabnya yang artinya ada proses yang merusak antibodi dia sendiri. Jadi, timbul antigen di dalam dirinya yang merusak antibodinya. Biasanya kita cek dengan air sel antibodi. Autoimun itu berarti ada kerusakan di dalam tubuhnya, sehingga kelenjar pankreas itu mengeluarkan hormon menjadi kurang.
Sebetulnya gejalanya khas, kalau istilahnya adalah 3B (Banyak Makan, Banyak Minum, Banyak Kencing). Dari tiga itu saja sudah bisa diprediksi. Orang tua pun selalu ceritanya persis yaitu anak makan banyak tapi badannya menurun, banyak minum, dan banyak kencing. Jadi, sebetulnya gejalanya itu khas sekali.
Mengobati diabetes melitus pada anak harus dengan mengobati keluarga, yaitu dengan diedukasi betul bagaimana memonitoring supaya gula darah anak ini stabil. Pertama, insulin tidak bisa lepas. Kedua, kita harus mengatur nutrisinya. Ketiga, bagaimana olah raganya. Keempat, bagaimana kita mengedukasi keluarga dan orang tuanya. Jadi, tiang pengobatan untuk memonitor gula darah menjadi bagus itu memang banyak faktor yang harus dikuasai oleh orang tua.
Berikut wawancara Perspektif Baru yang dilakukan Hayat Mansur sebagai pewawancara dengan narasumber dr. Endang Trianingsih Sp.A(K).
Penyakit diabetes pada anak ini perlu kita waspadai dan perlu kita cegah bersama mengingat penyakit tersebut dapat dialami tanpa mengenal usia, termasuk pada anak-anak. Mengapa anak-anak bisa terkena penyakit diabetes melitus?
Terus terang kalua orang tua diberi tahu bahwa anaknya didiagnosa penyakit diabetes kurang percaya. Mereka pikir diabetes adalah penyakit orang tua. Jadi orang tua pun tidak menerima kalau anaknya didiagnosa diabetes. Padahal diabetes bisa terkena ke semua orang, walaupun memang gejala, pengobatan, dan segala macamnya itu sangat berbeda.
Jadi, diabetes itu dari definisi adalah adanya kadar gula darah yang tinggi di dalam darah. Kalau patokannya itu, misalnya saat kita berpuasa, kadar gula harus di atas 125. Tapi kalau kita selesai makan atau sewaktu-waktu, maka itu harus di atas 200. Itu sudah didiagnosis dengan hiperglikemia. Apakah dengan diabetes? Itu kita teliti kembali.
Diabetes anak dan dewasa sangat berbeda karena penyebabnya juga berbeda. Jadi anak itu mempunyai suatu kecacatan, dimana di dalam pankreas ada kelenjar yang menghasilkan insulin. Insulin ini adalah hormon yang mengatur kadar gula di dalam darah kita. Insulin ini jumlah produksinya kurang pada anak, sehingga pengobatannya diberikan insulin.
Sedangkan pada dewasa adalah sebetulnya jumlah insulinnya normal, tapi karena perubahan seperti obesitas maka terjadi resistensi insulin atau kerja insulin itu tidak bisa baik, sehingga menghambat kerja insulin. Tapi jumlah insulinnya banyak. Jadi, pengobatannya adalah yang satu ditambah insulin, kalau yang satu bagaimana insulin yang kurang baik bekerja menjadi lebih baik.
Apa faktor penyebab diabetes pada anak ini? Apakah karena makanan atau karena keturunan?
Kalau dulu kita selalu bicara keturunan, ternyata tidak. Penyakit diabetes pada anak ialah penyakit autoimun. Autoimun itu banyak sekali penyebabnya yang artinya ada proses yang merusak antibodi dia sendiri. Jadi, timbul antigen di dalam dirinya yang merusak antibodinya. Biasanya kita cek dengan air sel antibodi. Autoimun itu berarti ada kerusakan di dalam tubuhnya, sehingga kelenjar pankreas itu mengeluarkan hormon menjadi kurang.
Penyakit diabetes ini menjadi tantangan global pada beberapa tahun terakhir karena menjadi penyebab utama disabilitas dan kematian. Bagaimana jumlah anak-anak Indonesia yang mengalami penyakit diabetes melitus ini?
Dulu kita sangat jarang sekali bisa mendiagnosa diabetes, hampir semua dokter itu istilahnya sebagian besar kecolongan karena kita tidak aware terhadap penyakit ini. Jadi, orang tua juga tidak memikirkan kalau anaknya itu diabetes. Biasanya kita tidak pernah menemukan pasien diabetes dalam keadaan yang baik, selalu kondisinya saat masuk rumah sakit sudah dalam keadaan koma.
Jadi, anak dalam kondisi panas tinggi, kejang, kesadarannya menurun, kemudian dibilang demam berdarah. Misalnya kena ensefalopati, diperiksa cairan otaknya ternyata cairan otaknya gula darahnya tinggi, ternyata itu diabet yang sudah sampai ketoasidosi koma, sehingga kesadarannya menurun. Hampir semua ketika kita bertemu pasien baru, selalu dengan ketoasidosi koma.
Tapi setelah dengan perkembangan ilmu, dan kita juga sangat berterima kasih sekali karena ada organisasi yang namanya World Diabetes Foundation (WDF). Jadi, ada dari World Health Organization (WHO) yang memberi dana kepada kita, waktu itu kalau tidak salah saya masih belum pensiun, masih aktif. Kita mengajar dokter-dokter anak hampir ke seluruh Indonesia, dan kita keliling memberi pendidikan supaya lebih aware untuk deteksi dini terhadap diabet. Jadi, kita tidak menemukan pasien yang sudah parah, kita temukan pasien-pasien yang masih baru.
Dengan adanya itu pada waktu memberi pendidikan kepada dokter-dokter anak di seluruh Indonesia, angka langsung melonjak sampai lebih dari 100% waktu itu. Jadi, jumlah pasien yang kita data pada waktu itu hanya sekitar 80 di Indonesia, sekarang lebih dari 1.000.
Memang kasusnya kelihatan jumlahnya sedikit untuk anak Indonesia, tapi kita berjuang kepada Kementerian Kesehatan, kepada BPJS karena anak ini perlu pengobatan seumur hidup yang artinya perlu insulin seumur hidupnya. Jadi, kalau dia betul-betul tidak mampu, maka pemerintah harus menopang biaya pengobatannya.
Tadi Anda katakan bahwa sebagian kasus penyakit diabetes melitus pada anak ini baru diketahui karena kecolongan akibat tidak aware. Lalu, bagaimana upaya kita sebagai orang tua untuk mendeteksi anak-anak kita apakah menderita diabetes melitus atau tidak?
Sebetulnya, jangankan orang tua yang tidak aware, dokter sendiri saja juga tidak aware. Jadi pada pasien di Indonesia dengan berat badan yang menurun, anaknya lemah dan lesu, itu pasti diagnosanya adalah Tuberculosis (TBC) dan hampir semua dokter mengatakan begitu. Kemudian diperiksa rontgen parunya, ternyata rontgen parunya bersih. Langsung diperiksa darahnya dan lupa bahwa periksa darah itu hanya periksa darah ke arah infeksi TBC, tidak disarankan untuk periksa gula darahnya.
Sekarang dengan deteksi dini, begitu berat badan anak menurun dan lesu, sebetulnya sederhana bisa menumpang di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. Begitu berat badan anak turun dan lemah, maka langsung saja kita periksakan gula darahnya. Sebetulnya gejalanya khas, kalau istilah kita adalah 3B (Banyak Makan, Banyak Minum, Banyak Kencing). Dari tiga itu saja kita sudah bisa prediksi. Orang tua pun selalu ceritanya persis yaitu anak makan banyak tapi badannya menurun, banyak minum, dan banyak kencing. Jadi, sebetulnya gejalanya itu khas sekali.
Bagaimana pengobatan dan perawatannya apabila anak kita terdeteksi mengalami penyakit diabetes melitus?
Jadi, penyakit diabetes melitus itu mengobatinya harus dengan mengobati keluarga yaitu dengan diedukasi betul bagaimana memonitoring supaya gula darah anak ini stabil. Pertama, insulin tidak bisa lepas. Kedua, kita harus mengatur nutrisinya. Ketiga, bagaimana olah raganya. Keempat, bagaimana kita mengedukasi keluarga dan orang tuanya.
Jadi, tiang pengobatan untuk memonitor gula darah menjadi bagus itu memang banyak faktor yang harus dikuasai oleh orang tua. Kalau kami memberi pendidikan kepada orang tua di tempat praktek itu sudah seperti memberikan kuliah kepada mahasiswa, perlu banyak waktu.
Apa maksud dan tujuan harus cek kadar gula secara berkala atau secara rutin?
Ada sebetulnya untuk mengecek jangka panjang setiap tiga bulan sekali, yaitu pemeriksaan hemoglobin glukolitin (HbA1c). Itu membuktikan kadar gula darah rata-rata dalam tiga bulan, itu untuk evaluasi pengobatan kita sebetulnya.
Misalnya, kita berikan insulin pada pagi, siang, setiap makan, dan tiap malam sekian. Kita hitung dosisnya persis, bagaimana nutrisinya kita atur dengan kalori dan karbohidratnya. Setelah kita atur tiap tiga bulan. Kalau HbA1c dari 11 turun menjadi 9 maka itu berarti terapi kita baik, dan kita harus bisa mencapai angka 7 sebetulnya. Pada setiap pasien diabet batasnya 5,5 sampai 6 itu kita nyatakan diabet. Tapi kalau untuk anak-anak kita kasih angka 7 supaya dia tidak lebih sering hipoglikemik.
Tadi Anda katakan bahwa penderita diabetes pada anak harus diberi suntikan insulin secara rutin. Apakah ada efek sampingnya setiap hari diberikan suntik insulin?
Sebetulnya yang sering mengalami efek samping itu biasanya kalau ibunya tidak steril dan tempatnya tidak berpindah-pindah. Makanya kalau kita menyuntik pasien insulin itu memang hampir semua tangan dari depan ke belakang itu ada bekasnya karena tiap hari disuntik. Jadi, bisa tangan, bisa pindah ke paha, bisa pindah ke perut, tidak selalu di tangan.
Biasanya pada anak-anak kalau sudah sakit, dia maunya di tempat yang tidak sakit terus menerus, itu yang membuat distropi. Jadi, timbul sikatrik sehingga efek obat itu tidak bisa menyerap dengan baik. Tapi kalau efek dari pemberian insulin tentu yang paling bahaya adalah ketika dia tidak mengerti dosisnya. Misalnya, kebanyakan bisa menjadi hipoglikemik, atau kurang bisa menjadi hiperglikemik.
Kadang-kadang pasien sudah pinter, misalnya, kita ajarin kalau dia makannya sekian kalori lebih dari biasanya, maka harus dihitung dan bisa menaikkan makan insulin dua unit. Jadi, tergantung apa yang mereka makan. Kadang-kadang mereka sudah seperti kawan, seperti sama ibunya sendiri, dia minta izin mau pergi ke pesta dan mau makan ini – itu, sehingga minta insulin berapa biasanya.
Cara perawatan dan pengobatan diabetes pada anak tadi dijelaskan bahwa salah satu upayanya adalah mengatur nutrisi. Apa yang paling sehat bagi anak yang diabetes antara nasi putih, jagung, atau kentang?
Kalau kita harus memilih, kita biasanya menghitung dulu kalorinya. Jangan lupa bahwa anak-anak itu beda dengan orang tua, kalau orang tua itu pertumbuhannya sudah berhenti. Jadi kita lihat tingginya berapa, berat badannya berapa itu sudah bisa kita atur. Kamu berat idealnya sekian, kalori yang diperlukan sekian. Untuk anak sama sekali tidak bisa diperhitungkan seperti itu. Jangan lupa anak ini pertumbuhan dan itu memerlukan kalori tinggi untuk bertambah tinggi, bertambah besar, untuk pertumbuhan otaknya semua perlu kalori tinggi.
Biasanya kita tidak terlalu kaku dengan berapa kalori yang dia butuhkan, tapi kita melihat berat badannya. Kalau dia beratnya kurang, bagaimana supaya beratnya naik. Kita hitung kalorinya, kemudian biasanya kita membagi sekitar 55% karbohidrat dan sekitar 45% berupa lemak dan protein yang kita atur. Biasanya untuk persisnya dia bisa ke bagian gizi, kita kirim dia ke bagian gizi dengan nutrisi yang sekian dan misalnya dia ingin lebih sedikit juga kita tidak terlalu kaku.
Sebetulnya ada karbohidrat yang Anda sebutkan tadi ada yang namanya indeks glikemik. Kita memilih karbohidrat yang indeks glikemiknya rendah seperti beras merah lebih rendah daripada beras putih, kentang lebih rendah lagi daripada beras merah. Jadi, sebetulnya bisa dipilih dan mereka kita kasih pengetahuan juga seperti itu.
Apa dampaknya jika anak yang menderita diabetes ini tidak ditangani dengan baik dan apa risikonya?
Risiko pasien diabet yang kita tidak tangani dengan baik, yang cepat biasanya ada hipoglikemik sampai meninggal, hiperglikemik sampai ketoasidosi koma dan juga akhirnya meninggal. Itu efek yang cepat.
Sedangkan efek komplikasi jangka lamanya walaupun dia dengan pengobatan, tapi jangka lamanya dia biasanya tiap lima tahun sekali harus mulai kita kirim ke bagian mata karena diabet ini merusak pembuluh darah kapiler, dan kapiler yang paling halus itu adalah di mata dan di otak.
Biasanya kita melihat kalau sudah di matanya ada gangguan, berarti kita mengatur gula darahnya tidak baik. Biasanya gangguan juga ke anak yang mudah luka sehingga sukar sembuh, kemudian pertumbuhannya juga terganggu, dan bisa juga merusak ke ginjal, merusak ke liver untuk jangka panjangnya.
Apakah penyakit diabetes melitus pada anak ini bisa disembuhkan?
Istilah disembuhkan bagi kita adalah anak itu hidup nyaman dengan diabetes artinya bukan sembuh sempurna menjadi orang normal, tetapi diabetes terkontrol istilahnya. Jadi, gula darahnya normal, apa-apanya normal dan hidup dengan nyaman. Itu tujuan kita dan istilahnya kita membuat pasien diabetes hidup dengan optimal yang berarti gula darahnya kita bisa atur, nutrisinya baik, pertumbuhannya baik, dan tidak ada komplikasi.
Pengobatan penyakitnya bisa dialami sampai seumur hidup. Jadi, bagaimana sebaiknya upaya pencegahan agar anak kita tidak terkena penyakit diabetes?
Kalau pencegahan sebetulnya sedikit susah karena itu autoimun yaitu penyakit yang dari sendiri atau penyakit yang timbul dengan sendirinya. Tapi sekarang teori baru, hanya infeksi ringan seperti flu saja kalau sampai merusak pankreas juga bisa timbul diabetes, terutama flu yang kalau di Jepang sudah bisa didiagnostik terkena Coxsackie virus tipe B14, kita belum bisa mendiagnostik sampai sejauh itu. Jadi, mencegahnya adalah jangan sampai sakit, jangan sampai infeksi, harus hidup optimal dan sehat.
Apakah ada kaitanya antara virus COVID-19 dengan bertumbuhnya diabetes terutama pada anak?
Kalau kita bicara secara ilmiah tentu kita harus menghitung data, tapi yang jelas kasus diabetes itu meningkat dengan adanya COVID-19. Kasus kita yang sudah diabetes kemudian terkena COVID banyak yang meninggal. Yang terdata itu sudah sekitar 14 pasien diabetes yang meninggal karena terkena COVID. Jadi, dia memiliki risiko lebih buruk kalau sampai terkena COVID.
Bagi anak yang terkena penyakit diabetes, apakah boleh berpuasa atau memang dia ada ketentuan-ketentuan khusus untuk bisa melaksanakan ibadah puasa dalam kondisi penyakit diabetes?
Boleh puasa, tapi ada syaratnya. Misalnya, kita ada hitungannya yaitu HbA1c tidak boleh lebih dari 8, gula darah sewaktu tidak boleh lebih dari 250. Kedua, dia bisa hidup teratur. Kemudian pemberian insulin, karena dia sahur dan tidak makan sampai maghrib maka pemberian insulin dari jumlah yang dia pakai itu kita hanya berikan 75%. Penyuntikannya itu biasanya suntik malam, sebelum buka puasa, dan pada waktu sahur. Jadi, tiga kali suntikanya. Yang biasanya empat kali disuntik, sekarang kita berikan tiga kali dengan dosis 75% dari dosis biasa. Terutama anaknya sudah mengerti, sudah bisa mengatur makannya, dan sudah bisa mengatur aktivitasnya.