Melayani Bukan Dilayani

Salam Perspektif Baru,

Saat ini pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, salah satu diantaranya adalah dengan meningkatkan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN). Hari ini kita akan wawancara khusus dengan narasumber yang kompeten menjelaskan mengenai peningkatan kompetensi ASN, yaitu Dr. Sugeng Hariyono, M.Psi, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Menurut Sugeng Hariyono, BPSDM sering melaksanakan pengembangan kompetensi dan juga sertifikasi, yaitu menguji seorang pejabat sudah kompeten atau belum, kemudian terbit sertifikat kompetensi. Ini yang berlaku sekarang dan ini tidak hanya bagi ASN. Bahkan, misalnya di Undang-undang Cipta Kerja itu untuk mereka yang bekerja di jasa konstruksi sudah harus ada sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi ini kemudian dibuktikan setiap harinya dengan dia bekerja benar-benar kompeten, comply dengan standar pelayanan publik.

Jadi, satu kebanggaan bagi ASN ketika kita bisa memberikan layanan yang terbaik kepada siapapun pihak yang kita layani. Itulah kebanggaan kita melayani bangsa melalui masyarakat, melalui customer, dunia usaha, pihak ketiga, dan sebagainya. “Saya yakin ini bukan jargon, ini terus kami sosialisasikan, dan bahkan ini akan menjadi alat ukur untuk menilai setiap tahun bagi seseorang.”

Berikut wawancara Perspektif Baru yang dilakukan Hayat Mansur sebagai pewawancara dengan narasumber Dr. Sugeng Hariyono, M.Psi.

Peningkatan kualitas pelayanan publik merupakan dambaan dan harapan masyarakat. Dalam kaitan ini pelayanan publik yang prima sangat ditentukan banyak faktor. Salah satu yang utama adalah kompetensi dan profesionalitas dari sumber daya manusianya. Apa saja upaya-upaya yang telah dilakukan dan akan dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menghasilkan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang profesional dan kompeten?

Upaya yang dilakukan oleh Kemendagri, saya pikir juga upaya kita semua, upaya dari pemerintah supaya ASN itu profesional dan kompeten dalam pelayanan publik. Kita mundur lebih dulu ke Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Di sana ada perintah bahwa semua institusi pemberi pelayanan publik, pemberi layanan pada masyarakat wajib untuk menerapkan dua hal.

Pertama, menyusun standar pelayanan publik. Ini sebagai acuan bagi semua institusi pelayanan publik tentang standar sistemnya. Mulai dari inputnya, prosesnya, sampai hasilnya, bahkan ketika masyarakat keberatan dengan suatu layanan, ada standar penanganan pengaduannya.

Di sini Alhamdulillah Kemendagri sudah punya yang namanya Sistem Informasi Online Layanan Administrasi (SIOLA) untuk hampir sebagian besar layanan administrasi yang diberikan oleh semua unit kerja Eselon I di Kemendagri, sudah online dan menjadi sistem. Kita sudah mengedepakan kepada sistem yang di dalamnya itu sudah sangat objektif, tidak ada lagi unsur personal di dalamnya.

Kemudian di UU Nomor 25 Tahun 2009 ini juga ada penegasan bahwa setiap instansi pemerintah pemberi layanan publik juga wajib untuk menyusun dan menempelkan maklumat pelayanan. Maklumat pelayanan ini berisikan tentang kesanggupan dari pimpinan unit kerja di situ dan semua jajarannya untuk melaksanakan standar pelayanan publik.

Kedua, adalah masalah kompetensi. Untuk bisa memberikan layanan publik yang terbaik tadi, tentu kita membutuhkan ASN yang kompeten. Kompeten di sini kita bisa pilah ke dalam tiga hal. Pertama, adalah kompeten pada sisi kognitif. Dia harus mempunyai pengetahuan yang memadai. Di sinilah tugas kami untuk melaksanakan berbagai program pengembangan kompetensi. salah satu diantaranya adalah melaksanakan pendidikan dan pelatihan. Ada juga bentuk lainnya misalnya bimbingan teknis, ada juga sosialisasi pelatihan kerja, itu semua adalah bentuk dari pengembangan kompetensi. Itu terutama menyasar pada ranah kognitif, peningkatan kemampuan, wawasan, pola pikir, pemahaman.

Tapi yang lebih penting lagi adalah aspek yang kedua, yaitu terkait dengan kompetensi pada ranah afeksi terkait dengan kecerdasan emosional. Bagaimana melayani itu sepenuh hati, tidak setengah hati. Bagaimana melayani itu dengan hati-hati, tidak sekehendak hati. Bagaimana melayani itu dengan penuh empati, bagaimana melayani itu betul-betul dengan rasa tanggung jawab, tidak mudah mengeluh, tidak mudah menyerah, bahkan kalau menghadapi customer yang sulit sekalipun tetap mengedepankan kecerdasan emosi.

Ini juga bagian dari yang harus kita siapkan, kompetensi di bidang ini. Misalnya, kita menggunakan istilah hospitality, ada unsur keramahtamahan di sana supaya orang juga senang mendapatkan layanan.

Kemudian yang ketiga, ini juga sangat penting yang disebut sebagai skill dan termasuk attitude atau perilaku. Inilah kompetensi yang di tataran lapangan atau yang biasa kita sebut street level bureaucracy yaitu birokrasi yang langsung berhadapan dengan publik, dengan masyarakat, dengan dunia usaha. Inilah yang juga harus terampil memproses dokumen, cekatan dalam merespon dan kemudian diimbangi dengan kecerdasan emosi yang bagus. Tentu saja dilengkapi lagi dengan kecerdasan kognitif yang memadai, bahwa dia memahami aturan, proses dan seterusnya.

Ini semua kami kemas di dalam program pengembangan kompetensi yang biasanya orang kenal sebagai pendidikan dan pelatihan. Padahal itu hanya salah satu bentuk dari pengembangan kompetensi. Ada berbagai bentuk lainnya, salah satunya adalah pendidikan dan pelatihan. Itu kira-kira sebagai gambaran umumnya.

 

Sebenarnya bagaimana kondisi atau status kompetensi ASN saat ini dan apa kompetensi yang diharapkan ke depannya?

Ini menarik mengenai bagaimana existing kondisinya. Existing-nya kalau kita lihat sebetulnya bisa dari survei tentang tingkat kepercayaan publik, tingkat kepuasan publik kepada pemerintah. Alhamdulillah, terakhir ini tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah bagus, di atas angka 70. Itu juga mencerminkan bahwa kepuasan masyarakat itu mudah menilainya. Ketika mereka membutuhkan layanan, apakah layanan itu mengacu kepada tiga hal yaitu faster, better, and cheaper, atau tidak.

Siapapun pihak yang membutuhkan layanan, pasti menginginkan layanan yang cepat, lebih cepat dari sebelumnya, pasti membutuhkan layanan yang lebih baik dibanding dengan era-era sebelumnya dan kemudian lebih murah, syukur gratis. Itu ukuran yang mudah sekali untuk masyarakat membandingkannya. Apalagi dia pernah mengurus dokumen yang sama sekian tahun yang lalu dengan saat ini, itu mudah sekali membandingkannya. Dari berbagai lembaga survei, dan minggu ini sudah di-release, tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah, terutama terkait dengan layanan itu cukup tinggi. Ini satu gambaran yang kita harus syukuri.  

Tentu saja itu bukan satu-satunya data yang bisa menampilkan tentang kepercayaan publik terhadap layanan pemerintah. Ada hal lain yang kita bisa lihat dari layanan pemerintah, misalnya kalau kita sering melihat di kolom Surat Pembaca di Kompas. Bagaimana keluhan-keluhan, apa yang berkembang misalnya di dalam Whatsapp Group, itu ternyata masih ada juga.

Tapi kita melihat bahwa di tengah upaya memperbaiki sistem, termasuk tadi misalnya semua harus mempunyai standar pelayanan publik, bahkan sekarang boleh didokumentasikan, boleh dikomplain, cepet ditindaklanjuti.

Jadi, kita melihat dimensi lainnya selain tadi pada tingkat kepercayaan kepada pemerintah, maka kita juga harus melihat riak-riak yang masih muncul, ada beberapa kasus, ada beberapa fenomena di lapangan yang ternyata lebih banyak oknum yang ternyata belum terlalu memahami tentang standar pelayanan public.

Misalnya, masih ada layanan yang tidak sesuai dengan standar waktu, standar proses, standar mutu, bahkan misalnya ada yang melakukan penyimpangan kekuasaan. Misalnya, ada yang melakukan pememungutan, padahal itu tidak boleh. Inilah fakta, tapi ini riak atau kecil-kecil.

Kalau secara umum, bukan karena saya perspektif dari sisi pemerintah, Alhamdulillah sudah banyak dilakukan pembenahan dan masyarakat sudah mengakui itu. Meskipun ada oknum di lapangan yang karena satu dan lain hal, apakah itu pada sisi kognitifnya yang kurang pemahaman, ataukah pada sisi afektifnya yaitu kecerdasan emosinya yang belum dikedepankan. Misalnya, mudah marah, tidak sabar, atau pada skill yang cenderung lambat, psikomotorik.

 

Bagaimana standar pelayanan publik yang ditetapkan oleh Kemendagri agar publik tahu bahwa bagian sini memenuhi standar, sedangkan di bagian sana kurang, atau di atas standar?

Jadi, tadi yang disebut dengan standar pelayanan publik itu sudah diatur dalam UU. Di dalamnya meliputi komponen, misalnya input apa saja yang perlu disampaikan. Misalnya, orang ingin melakukan perjalanan dinas ke luar negeri (bagi pejabat daerah), mereka minta izin ke Kemendagri. Apa yang harus dilampirkan? Yaitu surat undangan dari negara yang mengundang, kemudian siapa yang akan berangkat, kapan waktunya, apa tujuannya. Itu semua dijelaskan dalam dokumen. 

Ini ada standar waktunya. Kalau semua dokumen sudah lengkap, dalam waktu 1 x 24 jam maka kami akan menginformasikan secara online mengenai apakah ini prosesnya lanjut atau tidak, dilanjutkan kepada unit pengolahnya. Dalam hal ini unit pengolah datanya, kalau pejabat daerah atau kepala daerah yaitu Ditjen Otonomi Daerah. Di sana akan mengolah, itupun ada standar waktu. Yang kemudian nanti persetujuan dari Menteri Dalam Negeri atau atas nama Menteri Dalam Negeri di upload Kembali. Ini ada batas waktu yang sudah diatur per jenis layanan, memang tidak semua sama waktu selesainya. Ada yang sampai tiga atau empat hari.

Misalnya, Pak Hayat mengajukan pelayanan terkait dengan evaluasi dokumen rancangan Perda tentang APBD. Ini dokumennya tebal, bisa di atas 200 - 300 lembar, tidak mungkin hanya dua atau tiga hari selesai karena kami harus cermat. Kalau kami tergesa-gesa memberikan persetujuan, sementara dari sisi dokumen itu berpotensi masalah, maka ini juga berbahaya. Jadi, layanan satu dengan yang lain sudah ada standar waktunya yang sudah kita hitung, dan itu pun standar waktunya dihitung berdasarkan standar maksimal waktu, boleh kurang dari itu, jauh lebih bagus.

Silakan nanti teman-teman, para pembaca yang terhormat bisa mengakses di Siola Kemendagri, disana ada jenis-jenis layanan, kemudian masing-masing layanan itu perlu inputnya apa saja dan berapa lama sampai dengan menjadi output, sudah ada disana. Ini secara terbuka sekali sudah ada, bahkan kalau melampaui itu silakan komplain atau adukan. Ini yang coba kami benahi.

Dan tugas kami di BPSDM bukan ke layanannya itu, tapi tugas kami kepada siapapun pemberi layanan harus kompeten. Misalnya, kompeten dalam mengoperasikan peralatan, menggunakan komputernya, kompeten untuk memverifikasi dokumen, kompeten dia untuk kemudian memberikan respon yang cepat, itu tugas kami di BPSDM. Kami tidak memberikan layanannya itu, tapi tugas kami memastikan siapapun pihak yang memberi layanan harus benar-benar kompeten. Supaya comply dengan standar pelayanan publik saat ini.

 

Berbicara mangenai pengembangan kompetensi, tentu saja ini berkaitan dengan pengembangan karir. Pengembangan karir ini menjadi salah satu aspek penting yang wajib dikelola oleh setiap instansi. Hal ini untuk menjamin dan memastikan bahwa keberadaan ASN sebagai aset sumber daya manusia dapat terus berkembang sesuai kompetensi yang dimilikinya.

 

Bagaimana upaya-upaya untuk pengembangan karir ASN ini dan juga peningkatan kompetensinya?

Di UU No.5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara atau ASN. Kalau kita bicara mengenai ASN itu di dalamnya ada dua hal, di sana ada Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan ada Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Dua inilah yang disebut sebagai ASN.  

Di dalam undang-undang ASN yaitu UU Nomor 5 Tahun 2014, ditegaskan bahwa pola karir ASN itu berdasarkan sistem merit yaitu berbasis kepada prestasi kerja. Sekarang di Kemendagri banyak sekali Eselon I yang masih muda-muda, tapi karena memang prestasinya. ASN ini terus terang setiap orangnya adalah orang yang Apolitik atau tidak berpihak pada politik. Kita menjadi pelayan publik, menjadi pelaksana kebijakan publik, menjadi perekat NKRI, dan kita tidak boleh berpolitik, kita harus objektif dan profesional.

Di sinilah karir seseorang berbasis kepada kompeten atau tidaknya. Kalau kita bicara kompetensi, ada empat kompetensi. Sedangkan di dalam UU ASN ada tiga, yaitu kompetensi teknis, kompetensi manajerial, dan kompetensi sosial kultural. Kemudian di UU Pemerintahan Daerah, yaitu UU No.23/2014 ditambahkan satu kompetensi lagi yang namanya kompetensi pemerintahan.

Empat kompetensi ini sebagai persyaratan administratif. Orang harus punya dulu buktinya, yaitu sudah mengikuti diklat. Tapi yang jauh lebih penting kemudian adalah bukan keikutsertaannya di diklat. Dalam bahasa platform di dalam negeri seringkali disebutkan bahwa orang ikut diklat bukan karena kewajibannya, bukan karena persyaratan jabatannya, tapi karena dibutuhkan untuk meningkatkan kualitasnya dalam pekerjaan, dibutuhkan untuk meningkatkan perubahan mindset nya.

Jadi, itu yang kita butuhkan dengan sejumlah sertifikat atau Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan, baik itu teknis, manajerial, sosial kultural, ataupun manajemen pemerintahan. Kita pastikan bahwa orang itu benar-benar bisa menerapkan ilmunya secara kompeten. Itulah yang akan menjadi tangga terbaik untuk karirnya bisa cepat bagus karena semata-mata prestasi kerja. 

Prestasi kerja ini instrumen utamanya adalah kompeten atau tidaknya seseorang. Jadi, kami di BPSDM sering melaksanakan pengembangan kompetensi dan juga sertifikasi, yaitu menguji seorang pejabat sudah kompeten atau belum, kemudian terbit sertifikat kompetensi. Ini yang berlaku sekarang dan ini tidak hanya bagi ASN. Bahkan, misalnya di Undang-undang Cipta Kerja itu untuk mereka yang bekerja di jasa konstruksi sudah harus ada sertifikat kompetensi.

Sertifikat kompetensi ini kemudian dibuktikan setiap harinya dengan dia bekerja benar-benar kompeten, comply dengan standar pelayanan publik. Dari situlah ini menjadi tangga terbaik untuk seseorang agar karirnya melesat dengan bagus. Ini yang kita lakukan.

 

Tadi dikatakan bahwa peningkatan kompetensi ini salah satunya adalah untuk perubahan mindset, tapi mohon maaf selama ini di masyarakat sering sekali mengatakan di kantor pemerintah itu katanya kalau bisa dipersulit mengapa dipermudah. Tapi kini ada hastag (#) Bangga Melayani Bangsa. Apakah mindset ini yang ingin diubah pemerintah dalam hal ini Kemendagri?

Betul, pada 27 Juli 2021 yang lalu Presiden kita sudah meluncurkan Core Values ASN. Jadi, ASN ini berlatar belakang nilai-nilai yang berbeda yaitu nilai agama, nilai budaya, macam-macam, maka kita ikat dengan nilai inti yang sama, yang disingkat dengan istilah akronimnya BERAKHLAK, yaitu BER adalah Berorientasi pada pelayanan, siapapun ASN orientasi utamanya adalah melayani, bukan dilayani. Kemudian A adalah Akuntable yaitu ada dua, akuntabilitas kinerja dan akuntabilitas finansial atau keuangan. Uang yang diberikan harus bisa dipertangung jawabkan.

Kemudian K adalah Kompeten, ada empat jenis kompetensi. Selanjutnya, H adalah Harmonis dalam hubungan kerja dengan customer, dengan pihak yang kita berikan pelayanan. Hubungan di kantor harus harmonis. L adalah Loyal, ini tidak hanya sekadar hubungan atasan dengan bawahan, tapi loyal dalam konteks terhadap empat konsensus nasional yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, harus loyal dan kita tidak boleh mempunyai nilai-nilai lain yang bertentangan dengan empat konsensus nasional.

Kemudian A adalah Adaptif. Setiap ASN harus adaptif dengan perubahan, dengan aturan, perkembangan zaman, IT, dan seterusnya. Yang terakhir, K yaitu Kolaborasi. Setiap ASN itu bukan single player, setiap ASN adalah pemain tim yang bekerja bersama-sama. Baru kemudian ada hastag (#) Bangga Melayani Bangsa.

Jadi, satu kebanggaan bagi ASN ketika kita bisa memberikan layanan yang terbaik kepada siapapun pihak yang kita layani. Itulah kebanggaan kita melayani bangsa melalui masyarakat, melalui customer, dunia usaha, pihak ketiga, dan sebagainya. 

Saya yakin ini bukan jargon, ini terus kami sosialisasikan, dan bahkan ini akan menjadi alat ukur untuk menilai setiap tahun bagi seseorang. Ini pengganti dari BP3, menjadi sasaran kinerja pegawai. Kinerja pegawai itu diukur dari penerapan Core Values ASN BERAKHLAK dan hastag (#) Bangga Melayani Bangsa. Ini sedang dirumuskan dalam bentuk kriteria untuk menilai apakah orang sudah mengerjakan tugas sesuai dengan BERAKHLAK atau belum, melaksanakan tugas Bangga Melayani Bangsa atau belum, itu ada ukurannya.

 

Apakah sampai saat ini hastag atau mindset yang sedang dibangun yaitu Bangga Melayani Bangsa dan ASN BERAKHLAK itu telah mampu mengurangi kasus-kasus KKN di Kementerian?

Ini berproses, kalau dalam pengertian mengurangi kasus sangat signifikan. Apalagi sekarang begini, kita ini dikontrol oleh publik atau masyarakat. Masyarakat boleh bersuara apalagi kalau disertai dengan bukti, dan pasti diproses. Di internal Kemendagri, ada institusi yang namanya Inspektorat Jenderal, di sana ada inspektorat khusus, unit kerja Eselon II khusus yang menangani pengaduan dari masyarakat. Misalnya, ada anggapan bahwa kalau bisa dipermudah kenapa dipersulit, ternyata pada praktiknya dipersulit, itu boleh diadukan, bahkan cepat diproses. 

Kemudian yang kedua, misalnya, ternyata dalam pola karir seseorang tidak mengedepankan sistem merit, ada kolusi dan korupsi, Alhamdulillah sudah jauh berkurang. Sekarang ini kalau mau jujur, paling tidak hasil survei dari KPK, di tingkat Kementerian/Lembaga itu tingkat trust masyarakat lebih tinggi. Masyarakat sudah lebih trust bahwa tidak terjadi korupsi, sudah bergeser ke tempat yang lain yang saya yakin teman-teman, Pak Hayat, dan para pembaca lebih paham bergeser kemana.

Alhamdulillah kalau di institusi pelayanan publik seperti kami di Kemendagri, ini sudah jauh lebih capable, akuntable dalam hal pemberian layanan publik. Karena sekarang itu dikontrol, apalagi kalau sudah melalui sistem online. Kita tidak bisa mengintervensi sistem yang online tadi. Kalau online mengatakan sudah harus di upload, maka harus kita upload, tidak bisa lagi harus menerima dokumennya ketemu langsung. Masyarakat sudah bisa print sendiri dari daerah, tidak perlu datang ke Jakarta. Ini cara untuk menekan secara efektif tentang penyimpangan dalam hal layanan.

Previous
Previous

Next
Next