Kontribusi Penyandang Disabilitas
Salam Perspektif Baru,
Hari ini kami melakukan wawancara khusus dengan salah seorang penyandang disabilitas di bagian kaki, yaitu Tari Bunga Hartauli Siburian yang mampu membuktikan penyandang disabilitas bisa bekerja di sebuah perusahaan. Bunga juga adalah atlet angkat besi dan peraih medali perak di Pekan Paralimpiade Nasional di Papua tahun 2021.
Menurut Tari Bunga Hartauli Siburian, sebenarnya disabilitas itu mampu ketika dia diberi kesempatan, tetapi pendidikan pertama itu hadir dari dalam keluarga. Jadi, banyak orang tua di seluruh Indonesia, yang saya lihat karena saya juga aktif di organisasi, banyak orang tua beranggapan bahwa anak disabilitas adalah aib, sehingga tidak diberikan akses untuk keluar.
Kedua, pendidikan di Indonesia itu inklusinya masih terbatas. Jadi, anak-anak disabilitas itu sebenarnya mampu sekolah inklusi atau umum, tetapi banyak orang tua menyekolahkannya ke Sekolah Luar Biasa (SLB). Sebenarnya bukan tidak bagus di SLB, bagus saja, tetapi ketika anak-anak itu disekolahkan di SLB saat SD, SMP, SMA, ketika dia kerja itu harus masuk ke dalam lingkungan yang orangnya ramai dan tidak disabilitas semua. Jadi, mental-mental seperti itu tidak terbentuk. Hasilnya komunikasi dan mental disabilitasnya jadi terpuruk.
Sebaiknya pemerintah harus gencar memberikan target juga kepada sekolah-sekolah. Jadi, bukan hanya perusahaan-peursahaan yang diberi target, tapi sekolah negeri maupun swasta diberi target. Misalnya, 1% juga harus menerima murid disabilitas dan diberikan kategori. Jadi, ketika nanti anak-anak itu tamat sekolah minimal SMA, mereka siap untuk bekerja dengan mental yang kuat karena sudah terbiasa di sekolah bertemu dengan teman-teman yang non disabilitas.
Berikut wawancara Perspektif Baru yang dilakukan Hayat Mansur sebagai pewawancara dengan narasumber Tari Bunga Hartauli Siburian.
Di Indonesia, komitmen terhadap penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas diwujudkan dengan adanya Undang - Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Ada 24 hak penyandang disabilitas yang diatur di dalam Undang-undang tersebut. Salah satunya adalah hak mendapatkan pekerjaan. Namun, hingga kini salah satu persoalan yang sangat terasa oleh penyandang disabilitas dan tentu juga oleh keluarganya adalah minimnya lapangan pekerjaan bagi mereka. Akibatnya banyak saudara-saudara kita penyandang disabilitas yang belum mendapatkan pekerjaan yang layak dan sesuai.
Tidak banyak perusahaan yang peduli dan bersedia mempekerjakan penyandang disabilitas seperti Anda. Akibatnya, banyak saudara kita penyandang disabilitas kesulitan mendapatkan pekerjaan. Padahal sama seperti mereka yang non disabilitas, para penyandang disabilitas juga membutuhkan pekerjaan untuk menghidupi dirinya dan juga keluarganya.
Apakah bisa diceritakan bagaimana awal mula Anda bisa mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan tempat Anda bekerja saat ini?
Saat ini saya bekerja di PT Sumber Alfaria Trijaya atau yang akrab disebut dengan Alfamart. Sepertinya Alfamart itu memang jodoh saya. Awalnya, saya bekerja di instansi pemerintah dengan status honorer. Ketika itu pihak Alfamart datang berkunjung ke Dinas Sosial dan saya juga sedang berkunjung ke Dinas Sosial bertemu dengan teman saya.
Ketika saya berkunjung ke sana, tiba-tiba bertemu dengan pihak Alfamart. Mungkin ini yang dinamakan jodoh. Kemudian Alfamart mulai berkenalan dan mengutarakan maksud kedatangannya yaitu ingin mencari teman-teman disabilitas yang ingin atau yang bisa bergabung dengan Alfamart. Kemudian teman saya bekata, “Tidak perlu susah-susah mencari Pak, ini ada teman saya yang juga sedang mencari pekerjaan.”
Kemudian dijelaskan oleh pihak Alfamart mengenai pekerjaan di Alfamart nanti seperti apa. Saya ingat, dulu ada seorang Bapak namanya Robert, dia langsung to the point saat itu. Mungkin juga karena pada waktu itu saya masih cantik dan muda, menggunakan pakaian rapi, sehingga saya langsung ditawari menjadi personalia oleh Bapak tersebut.
Tapi saya masih ragu, bagaimana nanti saat masuk perusahaan karena saya merasa diiming-imingi dari honorer kemudian ke depannya akan seperti apa. Kalau saya lepas honorer takutnya nanti bagaimana, karena ingin menjadi PNS. Tapi teman mengatakan belum tentu, ini di depan mata sudah ada yang bagus. Akhirnya, saya bilang ke Bapaknya untuk memberikan waktu berpikir selama satu bulan.
Kenapa lama sekali? Karena saya harus memikirkan apakah harus melepaskan bidang pendidikan saya atau ikut bergabung dengan Alfamart. Kemudian saya bergelut dengan doa dan teman saya men-support. Teman saya mengatakan, “Kalau kamu di Dinas Pendidikan, yang tertolong itu hanya diri kamu sendiri. Tapi Bapak tadi menawari kamu menjadi personalia. Kamu akan bisa menolong teman-teman disabilitas kamu yang lain.” Saya pun bingung, apa hubungannya?
Ternyata itu adalah bagian human capital, yang sebelumnya saya tidak mengerti itu. “Di bagian human capital tentu ada perekrutan, nanti kamu akan bisa memberikan informasi ke teman disabilitas kamu yang ada di Riau.” Begitu kata teman saya. Akhirnya dengan senang hati kunjungan kedua Alfamart, saya menyatakan diri bergabung dengan Alfamart. Tapi saya tidak langsung masuk begitu saja, saya juga ditest mulai dari psikotest dan semuanya sesuai dengan peraturan perusahaan. Jadi, saya tetap mengikuti prosedur seperti karyawan yang lainnya. Saya bergabung di Alfamart pada 2017.
Mengapa Anda lebih tertarik untuk bergabung ke perusahaan Alfamart dibandingkan Anda tetap bekerja sebagai PNS walaupun saat itu adalah sebagai karyawan honorer?
Pertama, ada masukan dari teman saya, yaitu kalau saya di honorer yang terbantu itu hanya diri saya sendiri. Jadi, saya hanya menyelamatkan diri sendiri. Sementara kalau saya bergabung di Alfamart yaitu di bagian personalia, maka saya akan mendapatkan informasi lebih banyak tentang perekrutan karyawan. Saya bisa memberikan info ini ke teman-teman saya yang disabilitas di luar sana karena untuk mendapatkan informasi tentang pekerjaan itu susah sekali. Jadi, itu masukan dari teman saya, lebih baik saya ambil, sehingga bisa menolong teman-teman saya yang lain.
Kedua, benefitnya adalah saya disabilitas dan rawan sakit karena saya polio, rawan demam, rawan jatuh, dan ketika saya menjadi honorer itu tidak mendapatkan benefit seperti BPJS kesehatan atau kecelakaan kerja itu tidak ditanggung. Sementara saya ini rawan kecelakaan, rawan sakit, sehingga ketika saya di perusahaan yang utama saya tanyakan apa benefit yang saya dapatkan. Di sana semua asuransi kesehatan seperti BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan ada, dan saya memerlukan itu.
Apakah benefit berupa gaji yang Anda terima itu lebih besar dibandingkan dengan benefit rekan-rekan Anda yang non disabilitas?
Kalau di Alfamart sistem penggajian itu sesuai dengan struktur grade. Jadi, semua sama.
Apakah lebih tinggi jika dibandingkan dengan gaji honorer?
Pada saat itu sama, hanya frekuensinya yang berbeda. Kalau di honorer itu tidak tetap tanggalnya, bisa sekali dua bulan atau sekali dalam tiga bulan. Sementara kalau di perusahaan itu sudah ditentukan tanggalnya. Misalnya, tanggal 28 setiap bulan, maka pasti tanggal 28.
Sudah berapa lama Anda bekerja di Alfamart?
Saya sekarang di Alfamart sudah lima tahun empat bulan.
Bagaimana perkembangan karir Anda dari lima tahun lalu sampai sekarang?
Awal saya masuk itu jabatannya staff grade 5 dan saya sekarang sudah officer grade 7. Jadi, kalau ada peluang nanti saya naik officer grade 8, semoga ada peluang. Tapi kalau untuk jenjang karir, awalnya saya staff dan sekarang sudah officer.
Apakah Anda mengalami kendala di dunia kerja karena adanya disabilitas atau keterbatasan yang dimiliki?
Karena saya itu pribadi yang tergolong mandiri, kalau kendala dengan keterbatasan saya atau dengan disabilitas saya itu tidak ada kendala. Mungkin kalau kendala itu tentang pekerjaan itu sendiri. Namun kalau akses mobilitas saya itu semuanya bisa saya lakukan karena saya juga sudah dididik untuk menjadi mandiri.
Apakah ruang kerja atau dunia kerja Anda di perusahaan sekarang ini aksesibilitasnya memudahkan bagi para penyandang disabilitas untuk bisa beraktivitas?
Sejauh ini tempat saya itu aksesibilitas. Pertama kali masuk di lobby itu ada tangga, kemudian di samping ada bidang miring. Kantor ini ada dua lantai, untuk ke atas itu kita akses menggunakan tangga dan tidak ada lift, tetapi ada alat bantu yaitu hold di samping atau besi untuk membantu saya naik. Jadi, ketika saya naik tangga itu aman karena ada pegangan.
Saat ini ada berapa orang penyandang disabilitas yang bekerja di tempat Anda?
Di cabang Pekanbaru ini ada 27 orang.
Berapa total secara keseluruhan?
Seluruh Indonesia, kalau tidak salah kurang lebih 1.200 orang.
Apa saja kategori penyandang disabilitasnya?
Yang sekarang kita bisa terima itu memang masih dibatasi sesuai dengan kemampuannya. Jadi, yang sekarang sudah bergabung itu ada teman-teman dari tunarungu, tunadaksa yang daksanya ringan ada kaki dan tangan, kemudian tunanetra. Di sini penyandang tunanetranya ada yang jago fashion dan ada yang sekolah juga. Kemudian ada tunagrahita juga dengan IQ sedang.
Menurut Bunga, apa kontribusi yang bisa diberikan oleh Bunga dan juga teman-teman penyandang disabilitas kepada perusahaan dengan mempekerjakan Anda dan teman-teman?
Pertama, kontribusi kami adalah bisa bekerja dan melakukan pekerjaan dengan baik sesuai dengan tempat-tempatnya kita bekerja. Ada teman-teman, yang misalnya ditempatkan di toko, kontribusinya adalah melakukan penawaran. Ketika ada karyawan disabilitas yang dipekerjakan di Alfamart, maka Alfamart juga akan ada di hati seluruh konsumen yang ada di seluruh Indonesia.
Jadi, konsumen seluruh Indonesia itu akan tetap menaruh hati, ada Alfamart di hati, dan mereka akan terus bersemangat untuk belanja di Alfamart. Dengan begitu juga Alfamart sudah membantu pemerintah menjalankan undang-undang, juga membantu pemerintah menanggulangi pengangguran, terutama pengangguran disabilitas yang ada di Indonesia. Secara nama baik, Alfamart juga menjadi harum dan sesuai dengan visi Alfamart untuk menjadi jaringan ritel terkemuka yang dimiliki oleh seluruh masyarakat luas. Jadi, semua jenjang memiliki Alfamart.
Saat ini masih ada stigma di sebagian kalangan masyarakat bahwa penyandang disabilitas tidak bisa bekerja karena adanya keterbatasan yang menyertai mereka. Stigma ini tentu saja salah satu penyebab atau penghalang saudara-saudara kita penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan.
Menurut Anda, bagaimana kondisi penyandang disabilitas atau saudara-saudara kita penyandang disabilitas ini untuk mendapatkan hak pekerjaannya di Indonesia?
Sebenarnya disabilitas itu mampu ketika dia diberi kesempatan, tetapi pendidikan pertama itu hadir dari dalam keluarga. Jadi, banyak orang tua di seluruh Indonesia, yang saya lihat karena saya juga aktif di organisasi, banyak orang tua beranggapan bahwa anak disabilitas adalah aib, sehingga tidak diberikan akses untuk keluar. Kenapa? Karena kurangnya edukasi kepada orang-orang tua yang memiliki anak penyandang disabilitas.
Kedua, pendidikan di Indonesia itu inklusinya masih terbatas. Jadi, anak-anak disabilitas itu sebenarnya mampu sekolah inklusi atau sekolah umum, tetapi banyak orang tua menyekolahkannya ke Sekolah Luar Biasa (SLB). Sebenarnya bukan tidak bagus di SLB, bagus saja, tetapi ketika anak-anak itu disekolahkan di SLB saat SD, SMP, SMA, ketika dia kerja itu harus masuk ke dalam lingkungan yang orangnya ramai dan tidak disabilitas semua. Jadi, mental-mental seperti itu tidak terbentuk. Hasilnya, komunikasi dan mental disabilitasnya jadi terpuruk.
Sebaiknya pemerintah harus gencar memberikan target juga kepada sekolah-sekolah. Jadi, bukan hanya perusahaan-peursahaan yang diberi target tapi sekolah-sekolah negeri maupun swasta diberi target. Misalnya, 1% juga harus menerima murid disabilitas dan diberikan kategori. Mungkin kategorinya itu daksa atau tunarungu tapi bisa mendengar sedikit atau pakai alat atau tunanetra. Untuk kategorinya ini mungkin pemerintah lebih ahli menentukannya. Jadi, ketika nanti anak-anak itu tamat sekolah minimal SMA, mereka siap untuk bekerja dengan mental yang kuat karena sudah terbiasa di sekolah bertemu dengan teman-teman yang non disabilitas.
Ketiga, sebenarnya Alfamart ingin merekrut banyak teman-teman disabilitas. Tapi kendalanya banyak teman-teman yang tidak tamat SMA. Sementara disabilitas itu sudah diberikan range pendidikan terendah yaitu SMP. Bayangkan saja, disabilitas itu diberikan pendidikan minimal sampai SMP. Menurut saya, itu miris, seharusnya sampai SMA karena pola pikir juga harus berkembang. Alfamart itu perusahaannya mengacu pada penawaran, mengikuti digital yang sedang berkembang. Jadi, kalau dia hanya tamat SMP, sementara semuanya menggunakan teknologi bagaimana mereka bekerjanya.
Seperti mereka yang non disabilitas, menjadi mandiri juga merupakan hal sangat penting bagi para penyandang disabilitas. Agar bisa mandiri penyandang disabilitas tentu saja membutuhkan aksesibilitas. Tapi di Indonesia penyandang disabilitas menjadi mandiri ini relatif sangat sulit karena aksesibilitasnya yang belum memadai untuk beraktivitas, terutama di ruang publik. Misalnya, saat ingin menyeberang jalan saja susah, naik kendaraan saja susah.
Bagaimana cerita Anda dari rumah ke tempat pekerjaan dengan aksesibilitas di Indonesia yang masih terbatas untuk saudara-saudara kita penyandang disabilitas?
Semuanya itu berangkat dari saya memiliki orang tua yang berpikir bahwa anaknya yang disabilitas ini harus bisa mandiri, harus pergi kemana-mana sendiri. Itu karena ketika nanti mereka meninggal, saya bisa mandiri. Ini juga karena saya anak pertama, mempunyai empat orang adik. Tidak mungkin saudara saya nantinya yang akan menopang saya. Jadi, Ayah dan Ibu saya itu mengizinkan saya untuk pergi kemana-mana.
Saya itu selalu kecelakaan, entah itu ditabrak mobil, jatuh dari bus kota, saya juga pernah pingsan karena jatuh dari bus kota. Karena saya itu pendek dan bus kota itu tinggi, kaki saya itu tidak sampai kadang untuk turun. Jadi, saya minta tolong ke kondekturnya.
Aksesnya memang tidak bagus, tapi karena saya diberikan kekuatan oleh orang tua saya, saya jatuh, saya kecelakaan, saat saya ingin menyebrang itu sampai harus angkat tangan agar bisa menyebang, dan setiap hari itu saya menangis. Saat saya sekolah sampai kuliah itu saya susah untuk menyeberang. Tapi karena orang tua saya berkata, “Kalau kamu kecelekaan hari ini it’s okay, ini pelajaran, jangan takut. Kalau kamu jatuh hari ini itu tidak apa-apa.”
Jadi, orang tua saya selalu membentuk mental saya itu menjadi mental baja. Walaupun perempuan harus kuat. Tidak boleh menjadi trauma, harus semangat. Berdoa saja suatu saat nanti Indonesia atau tempat kita ini semakin bagus lagi. Kalau di daerah saya dulu itu tidak ada zebra cross, kalau sekarang di Pekanbaru sudah rapi, kalau kita ingin menyeberang ada lampu merah, kemudian ada jembatan penyeberangan orang.
Jadi, intinya saya lebih mengajak para Ayah, Ibu, ataupun teman-teman disabilitas yang memiliki anak yang disabilitas untuk memberikan mereka mental baja. Harus dibentuk mentalnya yang kuat, jangan malu ke orang. Kalau orang bisa lari, maka kita harus jalan. Kalau orang bisa jalan, maka kita bisa ngesot, yang penting sampai.
Apakah Anda juga sering mengalami kecelakaan saat bekerja?
Ketika saya masuk di Alfamart pada 2017 saya memiliki sepeda motor yang saya modifikasi menjadi roda tiga. Itu juga tidak saya beli, tapi ada seorang bapak yang dermawan yang memberikan saya sepeda motor. Dia bertanya, “Apa yang bisa saya bantu untuk kamu?” Saya itu tidak bisa naik kendaraan kemana-mana karena kalau angkot itu terbatas hanya di jalan besar, sementara tempat saya bekerja itu tidak ada yang di jalan besar.
Akhirnya Bapak tersebut memberikan saya sepeda motor roda tiga. Tetapi karena sepeda motor roda tiga itu buatan bengkel biasa, jadi standar ukurannya tidak simetris antara kiri dan kanan, sehingga saya kecelakan tiga kali.
Setelah saya kecelakaan tiga kali itu, kebetulan sudah ada seorang pangeran yang ingin melamar saya. Jadi, sang pangeran lah yang sekarang mengantarkan saya kemana-mana dan motor roda tiga sudah tidak boleh digunakan lagi karena sudah kecelakaan tiga kali. Mungkin untuk para showroom atau bengkel kendaraan-kendaran di Indonesia bisa mengeluarkan kendaraan roda tiga yang memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI), yang ukurannya sesuai.