Evaluasi Diri untuk Sepak Bola Indonesia
Salam Perspektif Baru,
Kita akan membahas topik mengenai sepak bola, yaitu olahraga yang paling digemari di Indonesia dan juga di dunia. Apalagi saat ini ratusan juta pasang mata sedang tertuju ke pesta sepak bola dunia, yaitu Piala Dunia FIFA 2022 yang digelar di Qatar pada 20 November hingga 18 Desember 2022. Namun, sebelumnya perhatian dunia tertuju kepada sepak bola Indonesia, bahkan nama Indonesia disebut berkali-kali dalam beberapa liga sepak bola Eropa. Sayangnya, pemberitaan mengenai sepak bola Indonesia bukan mengenai laga di lapangan hijau, tapi peristiwa yang sangat menyedihkan, yaitu tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, pada 1 Oktober 2022.
Kita akan membahas mengenai tragedi Kanjuruhan dari perspektif jurnalis yang biasa meliput kegiatan-kegiatan atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di Malang, yaitu Dahlia Irawati, Jurnalis Kompas.
Dahlia Irawati mengatakan peristiwa 1 Oktober 2022 di stadion Kanjuruhan menjadi hal yang luar biasa memilukan. Semacam titik balik yang kemudian menyentak kesadaran kita bahwa ada yang salah dengan tata kelola olah raga atau boleh dikatakan pertandingan sepak bola kita, terutama dalam kasus ini adalah di Arema FC. Jadi, laga yang memilukan ini mau tidak mau akan menjadi sebuah pelajaran berharga bagi kita semua, bukan hanya untuk klub, pemain, jurnalis, tapi untuk semua pihak mulai dari suporter, penyelenggara, keamanan, dan masyarakat umum.
Menurut Dahlia, ini adalah semacam tumpukan-tumpukan kesalahan, pembiaran yang terjadi berulang-ulang secara terus-menerus, atau pengabaian. Tumpukan-tumpukan kesalahan itu terakumulasi dan kemudian meledak pada 1 Oktober 2022. Karena itu semua pihak terutama terkait penyelengaraan kompetisi sepak bola ini harus mengevaluasi diri.
Berikut wawancara Perspektif Baru yang dilakukan Hayat Mansur sebagai pewawancara dengan narasumber Dahlia Irawati.
Hari Sabtu, 1 Oktober 2022 menjadi masa kelam bagi sepak bola Indonesia, dan juga tentunya bagi masyarakat Indonesia dan dunia. Ini karena tragedi di Stadion Kanjuruhan seusai laga antara klub tuan rumah yaitu Arema FC melawan Persebaya Surabaya yang berakhir dengan kerusuhan dan menewaskan sekitar 130 nyawa lebih secara sia-sia. Ini menjadi tragedi sepak bola terbesar kedua dalam sejarah dunia. Bagaimana perspektif Anda terhadap tragedi Kanjuruhan tersebut?
Sebagai jurnalis, perspektif saya terhadap tragedi Kanjuruhan ini sebenarnya mau tidak mau mengatakannya sebagai tragedi yang memilukan, seperti musibah yang tidak pernah diduga sama sekali, terutama di Tanah Air. Tidak pernah kita membayangkannya karena sepak bola adalah olah raga yang sebenarnya luar biasa, paling menggembirakan, paling dinanti-nanti, bukan hanya oleh kaum pria tapi juga oleh keluarga. Selama ini banyak juga keluarga mulai dari Bapak, Ibu, dan Anak datang ke stadion untuk menyaksikan laga sepak bola, terutama di Malang. Itu sudah seperti refreshing selama ini.
Pada 1 Oktober 2022 kemarin, itu menjadi hal yang luar biasa memilukan. Semacam titik balik yang kemudian menyentak kesadaran kita bahwa ada yang salah dengan tata kelola olah raga atau boleh dikatakan pertandingan sepak bola kita, terutama dalam kasus ini adalah di Arema FC. Jadi, laga yang memilukan ini mau tidak mau akan menjadi sebuah pelajaran berharga bagi kita semua, bukan hanya untuk klub, pemain, jurnalis, tapi untuk semua pihak mulai dari suporter, penyelenggara, keamanan, dan masyarakat umum.
Kalau saya melihat di televisi dan juga pemberitaan media, pada saat laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya ada banyak sekali penontonnya. Sebenarnya, bagaimana budaya sepak bola bagi masyarakat Malang khususnya dan Jawa Timur?
Sepak bola mungkin secara umum di Indonesia, di Malang juga merupakan sebuah laga yang dinantikan, menjadi sebuah tempat hiburan, kalau bahasa sekarang adalah tempat healing untuk para pecintanya. Seperti yang tadi saya katakana bahwa itu bukan hanya sekadar untuk kaum adam, tetapi untuk semua, mulai dari anak-anak sampai keluarga, mungkin juga sampai kakek dan nenek. Mereka semua datang sebelum kejadian ini.
Olah raga sepak bola, khususnya Arema, menurut saya itu bukan sekadar olah raga saja. Tapi sudah menjadi identitas bahwa kemudian suporternya memakai nama Aremania itu semacam identitas mereka. Bagi masyarakat Malang, itu akan lebih “berarti” ketika dia menggunakan istilah dengan nama Aremania. Jadi, memberikan semacam kebanggaan tersendiri. Bukan hanya laganya, tapi menyebut diri sebagai suporter Arema, itu menjadi kebanggaan tersendiri di masyarakat Malang.
Tragedi Kanjuruhan ini sudah pasti mencoreng persepakbolaan Indonesia di kancah internasional. Padahal sepak bola Indonesia sedang berupaya memperbaiki dan meningkatkan prestasinya. Akibat peristiwa tersebut tentu saja yang sangat terpukul adalah para suporter, khususnya Aremania. Bagaimana kondisi para suporter Aremania saat ini setelah peristiwa Kanjuruhan tersebut?
Setelah kejadian ini yang sudah lebih dari 40 hari, kondisi Aremania sebanarnya tetap masih berduka karena memang dengan korban yang demikian banyak, dengan situasi kejiwaan yang entah seperti apa ditinggal oleh begitu banyak orang-orang tercinta. Jadi, situasinya sebenarnya masih sangat berduka. Salah satu yang diharapakan oleh Aremania di sini adalah adanya penuntasan kasus. Usut tuntas adalah salah satu yang diharapkan bisa mengobati luka hati, luka batin dari ratusan keluarga korban meninggal dunia agar kemudian bisa menjadi sedikit lebih tenang dan lega bahwa keluarga mereka meninggal akhirnya tidak sia-sia.
Berbicara mengenai penuntasan kasus, kalau dari pemberitaan media-media masa tampaknya keluarga korban dari suporter Aremania kesulitan mendapatkan keadilan. Apakah benar mengenai hal tersebut?
Yang dituntut oleh teman-teman Aremania di Malang sebenarnya adalah bukan kesulitan untuk mendapatkan keadilan, tapi adalah penuntasan kasus sampai ke akar-akarnya, bahwa selama ini sudah ditetapkan ada enam tersangka dan rata-rata adalah tersangka lapangan. Yang dituntut adalah tidak seperti itu.
Ini adalah insiden besar dan menurut versi Aremania itu sudah tertata sangat rapi sekali bagaimana itu terjadi. Artinya ada pihak-pihak yang levelnya lebih tinggi harus turut bertanggung jawab terhadap kasus ini, dan itu yang saat ini dituntut oleh Aremania.
Beberapa hari lalu, saat datang berombongan ke Jakarta untuk meminta dukungan ke Komnas HAM termasuk ke Mabes Polri, Aremania sudah berusaha memberikan laporan tersendiri versi Aremania untuk diusut tuntas tragedi Kanjuruhan ini.
Jadi, Aremania tidak hanya bergantung kepada laporan yang diproses oleh polisi, tetapi beberapa waktu lalu saat ke Jakarta sudah mengirimkan laporan kejadian tragedi Kanjuruhan versi Aremania. Harapannya, ini bisa terungkap lebih tuntas.
Selama ini saya selalu mendapatkan laporan-laporan tragedi Kanjuruhan versi pemerintah atau versi aparat keamanan atau pun versi tim gabungan pencari fakta. Bagaimana laporan tragedi Kanjuruhan versi Aremania?
Versi Aremania itu sebenarnya adalah kejadian ini belum selesai, para pelaku belum diusut tuntas, bahwa ada pihak-pihak yang lavelnya lebih tinggi harus turut bertanggung jawab. Level lebih tinggi nanti akan dibuktikan di pihak kepolisian sampai mana. Apakah ada perintah penembakan dan sebagainya.
Menurut Aremania, itu tidak mungkin tiba-tiba hanya datang dari petugas di lapangan. Tapi jauh lebih tinggi lagi ada pihak di balik itu yang turut bertanggung jawab. Sasarannya seperti itu, dan bukti-bukti baru juga disertakan di laporan Aremania yang ke Jakarta beberapa waktu lalu. Harapannya kasus ini akan berjalan beriringan. Jadi, penyelidikan versi polisi, kemudian akan disusul penyelidikan kasus versi laporan Aremania.
Siapa orang pada level tinggi ini? Ini karena kalau di pemerintahan, Kapolda Jatim sebelumnya sudah dicopot jabatannya, yang artinya level tinggi juga bukan level di lapangan. Kemudian pihak penyelenggara juga sudah dijadikan tersangka. Lalu, siapa level yang tertinggi selain orang-orang yang saya sebutkan ini?
Kasus hukum menurut Aremania itu tidak cukup hanya dengan dicopot atau dipindah tugaskan. Tapi diproses secara hukum. Harapannya adalah Kapolda Jatim harus dimintai keterangan juga, tidak sekadar hanya dimutasi. Ketika kemudian level kepemimpinan di Jawa Timur, Polisi di Jawa Timur dimintai keterangan, menurut saya, itu sudah sedikit melegakan karena salah satu yang dicatat memang Kapolda Jatim.
Dari kacamata saya, saya selalu melihat pertandingan sepak bola di Indonesia ini selalu diikuti dengan kericuhan antar suporter dan sering terjadi korban entah itu Persija lawan Persib atau pun tim-tim lainnya. Jadi, saya melihat ini adalah puncak dari ketidakmampuan pengelolaan sepak bola di Indonesia. Menurut Anda, apa penyebab dari kerusuhan di stadion Kanjuruhan?
Menurut saya, ini adalah semacam tumpukan-tumpukan kesalahan, pembiaran yang terjadi berulang-ulang secara terus-menerus, atau pengabaian. Bukan hanya pihak keamanan, tetapi juga penyelenggaraannya. Misalnya, kalau dari level penyelenggara lokal adalah jumlah tiket yang selalu berlebih itu dianggap biasa. Ketika orang datang hanya karena dia kerabat atau keluarganya para pejabat, sehingga bisa masuk dengan bebas tanpa harus membeli tiket.
Kejadian seperti itu sebenarnya tidak benar dan tidak baik juga. Siapapun yang masuk stadion seharusnya mempunyai tiket, bukan karena dia adalah kerabatnya pejabat maka dia bisa masuk dengan bebas karena itu akan menentukan kapasitas di stadion. Kasus seperti ini terus berulang dan diabaikan, dianggap tidak salah. Ketika ini kemudian menumpuk, akhirnya terjadi kasus kemarin itu. Menurut saya, ini adalah penumpukan.
Kemudian mengenai suporter, kalau pihak Aremania mau sedikit berlapang dada, turun ke lapangan itu sangat menyalahi aturan seperti aturan FIFA. Selama ini, meskipun hanya untuk memberikan say hello, itu terus terjadi peristiwa turun ke lapangan. Kemudian sedikit banyak pemicu yang lain adalah turun bergerombol. Ketika itu dibiarkan dan dianggap benar padahal tidak benar, itu salah, dan menyalahi aturan pada akhirnya akan menimbulkan persoalan.
Persoalan itu akhirnya meledak pada 1 Oktober 2022 kemarin. Mulai dari aparat keamanan yang entah tidak paham atau tidak menaati standar aturan dari pengamanan, yaitu tidak boleh membawa senjata seperti gas air mata dan sebagainya.
Kalau saya melihatnya, tumpukan-tumpukan kesalahan itu terakumulasi dan kemudian meledak pada 1 Oktober 2022. Juga termasuk penyelenggaraan waktunya, entah itu kesalahan di pihak mana yang harus diteliti lebih lanjut. Jam-jam seperti kemarin, mungkin kalau secara siaran ratingnya tinggi, tapi itu cukup berbahaya.
Analisa dari pihak kepolisian juga menganggapnya tidak benar dan berbahaya. Selama ini, itu dianggap wajar karena mengikuti rating, mengikuti kepentingan satu dua pihak. Semuanya terkumpul menjadi satu dan terakumulasi, kemudian meledak pada 1 Oktober 2022. Menurut saya, ini adalah peran semua pihak, semuanya harus mengevaluasi diri.
Apa yang harus dilakukan untuk perbaikan supaya sepakbola Indonesia ini lebih tertib dan lebih menghasilkan prestasi?
Kalau menurut saya, semua pihak terutama terkait penyelengaraan kompetisi sepak bola ini harus mengevaluasi diri. Salah satunya mulai dari penyelenggara liga, misalnya, harus benar-benar melakukan evaluasi terhadap besarnya stadion. Apakah benar-benar layak digunakan, apa yang kurang, apakah ada sistem jalan keluar dari pintu masuk, pintu keluarnya itu benar-benar sudah bisa menjamin keselamatan dari suporter nantinya.
Kemudian bagaimana tempat duduknya, bagaimana sirkulasi udaranya, itu harus benar-benar dievaluasi. Itu karena pada pertandingan Arema kemarin rupanya sudah dua tahun lebih tidak ada evaluasi. Jadi, verifikasi yang digunakan adalah dua tahun sebelumnya.
Kedua, pihak keamanan juga harus belajar bagaimana mengamankan laga sepak bola yang berbeda dengan pengamanan unjuk rasa, misalnya. Itu harus dipahami bersama. Berikutnya adalah suporter atau pendukung bahwa mereka juga mempunyai kewajiban untuk menyukseskan pertandingan ini. Bukan sekadar karena sudah membeli tiket, sehingga boleh bebas berbuat apa saja. Tapi juga harus taat terhadap aturan, salah satunya tidak perlu turun ke lapangan.
Menurut saya, ketika semua pihak sudah mengevaluasi diri dan menjadikan kasus ini sebagai titik tolak untuk menjadi lebih baik, semoga saja pertandingan sepak bola kita kedepannya akan jauh lebih baik.
Apa yang harus diperbaiki dari sisi organisasinya, yaitu dari sisi klubnya dan dari sisi PSSI sebagai organisasi yang mengelola kompetisi ini?
Menurut saya, banyak hal baik dari PSSI maupun klubnya karena klub-klub ini menginduk ke PSSI. Bagaimanapun juga PSSI harus bertanggung jawab terhadap kasus-kasus seperti ini, tidak bisa seperti sekarang.
Kritik yang sekarang dirasa menyakitkan bagi Aremania adalah ketika kasus ini belum tuntas sama sekali, ketika kesakitan warga Malang belum terobati, mereka justru lebih sibuk untuk melakukan reforma atau istilahnya melakukan penataan organisasi, sama sekali tidak ada empati yang dirasakan. Boleh menata organisasi mulai dari bagaimana aturan FIFA itu dipegang kuat oleh PSSI. Itu tidak boleh ada celah. Ketika itu disikapi hanya sebagai kertas kosong yang dijadikan sebagai panduan saja, tapi harus ditaati.
Dari klub juga harus benar-benar menata bagaimana menyelenggarakan yang baik. Pada kasus Arema ini, yang Kompas temukan adalah bahwa panitia pelaksana pertandingan (Panpel) pun tidak memiliki legalitas, tidak ada SK bahwa dia adalah seorang panpel. Itu salah satu kritik yang mau tidak mau itu tidak bisa dibiarkan terus-menerus, itu harus diperbaiki.
Dari segi banyak yang harus diperbaiki, saya merasa ajaib bahwa Indonesia bisa lolos dari sanksi FIFA. Ada perasaan senang dan ada perasaan aneh serta ajaib. Bagaimana perspektif Anda mengenai hal ini?
Dari internal FIFA memang banyak kabar-kabar yang tidak menyenangkan. Tapi bagaimanapun memang sepak bola ini merujuknya ke FIFA. Jadi, mau tidak mau harapannya kita bisa mendorong ketika kita sudah baik, kita bisa memberikan posisi tawar yang lebih baik ke FIFA. Mau tidak mau bahwa memang semua orang bersyukur, tapi juga bingung kenapa bisa lolos. Semua menjadi tanda tanya.
Menurut saya, lebih baik kita fokus dan kita kerjakan dulu apa yang ada di depan kita, kita perbaiki dulu, kita sesuaikan dulu dengan standar FIFA. Itu karena untuk standar FIFA saja kita masih tertatih-tatih, selesaikan dulu itu. Di luar itu kita berharap semoga nanti kita bisa bersuara lebih lantang untuk mengarah kepada seruan untuk perbaikan terhadap FIFA sendiri.
Apa kunci untuk sepak bola kita bisa bangkit atau bisa tertib seperti liga-liga Eropa?
Menurut saya adalah mengevaluasi diri sendiri. Dari semua pihak itu harus mau mengevaluasi sendiri. Bahwa tidak ada hal yang sempurna, bahwa kekurangan itu pasti ada, itu yang harus dievaluasi secara terus-menerus dan tidak cepat merasa puas.