Komunitas Digital untuk Literasi Pemilu
Salam Perspektif Baru,
Hari ini kita akan bicara mengenai topik-topik seputar politik, demokrasi, kebebasandan juga tentang pemilihan umum (Pemilu). Ini penting karena saat Pemilu mungkin waktu Anda hanya lima menit di Tempat Pemungutan Suara (TPS), tapi itu akan menentukan nasib kita, saya, Anda, anak cucu kita, teman-teman sebangsa dan setanah air kita, selama lima tahun ke depan.
Kalau bicara Pemilu, kita tahu penyelenggara utama Pemilu ada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan ada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Saat ini saya sudah bersama dengan salah satu pentolannya yaitu Komisioner Bawaslu Lolly Suhenti.
Menurut Lolly Suhenti, pada Pemilu 2024 proyeksi pemilih muda kita akan menembus angka 60%. Artinya, pemilih muda ini adalah generasi yang melek internet, melek gadget, canggih dalam kemajuan teknologi. Kalau dia mendapatkan literasi kepemiluan yang baik, maka dia bisa menggunakan gadget itu untuk kepentigan pemilu yang asik, pemilu yang sehat. Tapi kalau ternyata dia justru terpapar, maka bisa jadi nanti hoaks akan berseliweran, dis-informasi akan berseliweran.
Saat ini di Bawaslu kami sedang berproses membangun komunitas digital pengawasan partisipatif, namanya sudah ada dalam angan-angan, yaitu “Jarimu Awasi Pemilu”. Harapan kami nanti komunitas digital ini akan membangun percakapan yang terus menerus mengenai bagaimana Pemilu kita baik, kemudian akan mampu memproduksi informasi-informasi yang benar berkenaan dengan politik kita.
Jadi, informasi yang benar ini akan tersebar lebih masif dan mampu menandingi masifnya hoaks, kira-kira begitu. Ini salah satu strateginya.
Berikut wawancara Perspektif Baru yang dilakukan Budi Adiputro sebagai pewawancara dengan narasumber Lolly Suhenty, S.Sos.I., M.H.
Kita bicara mengenai peran Bawaslu dalam menjaga Pemilu tetap JURDIL dan LUBER. Apakah sekarang ini ada jargon yang baru untuk Pemilu 2024?
Kita masih sama asas Pemilunya yaitu Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil.
Bicara mengenai peran Bawaslu dan partisipasi atau pelibatan masyarakat dalam ikut membantu, apa poin penting dari Anda untuk teman-teman?
Kalau bicara Pemilu 2024, sesungguhnya sekarang kita mempunyai harapan yang sangat baik. Pertama, itu karena Pemilu akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 yang bertepatan dengan hari kasih sayang. Konon karena hari kasih sayang, maka semua orang berharap tidak ada kekerasan. Itu spirit yang saya kira penting untuk Pemilu 2024, maupun pemilihan kepala daerah 2024.
Saat ini kita sedang masuk pada tahapan untuk verifikasi faktual partai politik, yang memang rangkaiannya panjang. Nanti penetapan partai politik itu baru akan bisa diumumkan kepada publik pada 14 Desember 2022. Saat itulah kita akan tahu siapa saja partai politik yang akan bisa bergabung, ikut berkontestasi pada Pemilu.
Selain itu, sebenarnya saat ini ada tahapan krusial juga karena sudah masuk pada tahapan pemutakhiran data pemilih. Walaupun prosesnya masih bergerak di nasional, saat ini provinsi dan kabupaten kota mulai melakukan identifikasi terhadap keputusan.
Ini menjadi krusial karena menyangkut hak pilih warga negara, menyangkut kita sebagai warga negara Indonesia harus tidak boleh hilang hak politiknya. Nanti kalau data pemilih kita atau nama kita tidak ada, maka kita tidak bisa pilih. Atau jangan-jangan ada orang yang tidak punya hak memilih kemudian memilih.
Ini memang menjadi tahapan krusial dimana semua orang penting terlibat, termasuk warga negara kita yang ada di pelosok. Peran dari sahabat-sahabat radio ini yang bergabung di Perspektif Baru menjadi penting untuk mewartakan ke semua orang.
Mungkin bisa share kepada kita semua, apa tugas paling prinsipil yang perlu dilakukan oleh Bawaslu dalam proses kepemiluan, tidak hanya pada masa Pemilu saja tapi juga sebelum dan setelahnya?
Tugas dan fungsi utama Bawaslu seperti di dalam UU No.7 Tahun 2017 pasal 93 itu ada dua, yaitu melakukan pencegahan terhadap berbagai potensi pelanggaran maupun sengketa proses. Kedua, melakukan penindakan, jika sudah dicegah ternyata ada yang tetap melanggar. Jadi, dua fungsi ini, yaitu mencegah dan menindak adalah fungsi utamanya Bawaslu.
Bergeraknya di ranah dan tahapan mana saja? Pertama, bergeraknya tentu saat KPU melakukan persiapan teknis. Bawaslu melakukan upaya pencegahan dengan mencermati kerjanya KPU sebagai lembaga yang secara teknis bertanggung jawab untuk penyelenggaraan.
Kedua, adalah dalam konteks tahapan, mulai tahapan pendaftaran partai politik sampai nanti penetapan hasil, Bawaslu wajib melakukan pengawasan. Problemnya adalah di tahapan yang panjang itu, jika hanya mengandalkan Bawaslu untuk melakukan pengawasan secara melekat terhadap proses, tentu nanti akan sulit. Kita tahu semakin banyak orang yang terlibat dan berkepentingan dalam momentum pemilu, maka potensi pelanggaran juga akan sangat tinggi.
Bagi Bawaslu sekarang prinsipnya ada tiga. Pertama, memperkuat pencegahan. Kedua, memaksimalkan penindakan pelanggaran maupun proses sengketa. Ketiga adalah ramah berkolaborasi dan bersinergi dengan banyak orang. Mudah-mudahan Perspektif Baru bisa menjadi mitra strategis dari Bawaslu, bukan kaki tangan.
Proses yang juga sangat penting adalah verifikasi partai politik dan ada juga pemutakhiran data pemilih. Dimana peran Bawaslu dalam dua proses yang penting bagi Pemilu ini?
Pada tahapan pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik memang menjadi tahapan pertama ketika kita bicara Pemilu. Dalam konteks ini, Bawaslu berkewajiban untuk melakukan pengawasan, memastikan bahwa cara kerja KPU dalam melakuan penerimaan pendaftaran, memverifikasi itu tepat dan benar secara prosedur, mekanisme, dan tata cara sebagaimana diatur dalam undang-undang maupun turunanya yaitu Peraturan KPU.
Kemarin saat proses verifikasi administrasi, kita mengalami beberapa hal. Misalnya, yang paling krusial adalah ketika Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No.4 sebagai pedoman KPU melakukan verifikasi, ternyata dalam praktek lapangannya teman-teman KPU itu karena kebutuhan kedaruratan, dalam verifikasi administrasi dia menggunakan video call untuk anggota atau pengurus partai yang ternyata tidak bisa dihadirkan partai.
Secara kemajuan teknologi memang mau tidak mau harus dilakukan, tetapi dalam aturan KPU itu tidak ada, sehingga secara tata cara dan mekanisme tentu ini menyalahi. Bawaslu dalam konteks ini lalu memberikan saran perbaikan ketika sudah terjadi pelanggaran, maka memprosesnya dalam pelanggaran administrasi. Itu yang terjadi kemarin.
Jadi, kalau ditanya apa peran Bawaslu di tahapan ini yaitu kami memastikan KPU bekerja benar sebagaimana tata cara, aturan, mekanisme yang diatur dalam perundang-undangan. Bagaimana caranya? Yaitu dengan pengawasan melekat.
Jadi, kalau kemarin Anda lihat, misalnya ada verifikasi partai, maka Bawaslu hadir. Pasti ada Bawaslu dalam rombongan itu. Jadi, nanti kalau KPU ada potensi pelanggaran yang terjadi, Bawaslu bisa secara cepat mencegah.
Apa potensi-potensi pelanggaran dalam masa verifikasi ini?
Kalau dalam masa verifikasi, misalnya, apakah betul kelengkapan dokumen yang diserahkan oleh partai politik calon peserta itu teruji kebenarannya dan keabsahannya. Itu karena benar saja tidak cukup, dia perlu pertanggungjawaban hukum, legalitasnya, maka akurasi dan kebenarannya itu yang diuji dalam proses verifikasi administrasi.
Kemudian syarat keterpenuhan anggota partai politik dan pengurusnya benar atau tidak, jangan-jangan tidak terpenuhi syaratnya. Misalnya, satu per seribu anggota. Ini yang kemudian diuji. Jadi, dalam verifikasi administrasi yang diuji itu adalah keabsahan dan kebenaran terhadap dokumen, baik itu mengenai pengurusan partai, keanggotaan partai, kantor partai, dan nomor rekening partai.
Di verifikasi faktual dicek, ini yang sudah absah benar secara dokumen tapi wujudnya ada atau tidak. Jangan-jangan dukumennya saja yang ada, tapi wujudnya tidak ada misalnya kantor. Ini yang kemudian dilakukan. Potensi pelanggaran ini tinggi, bisa jadi dilakukan oleh partai yang tidak mampu memenuhi atau bahkan bisa dilakukan oleh KPU. Misalnya, yang tidak cermat dalam proses-proses verifikasi administrasi itu.
Kalau KPU tidak cermat, maka yang dirugikan adalah hak politik partai politik calon peserta Pemilu. Saat ini di Bawaslu kami sedang memproses sidang ajudikasi terhadap komplain, atau upaya mencari keadilan partai politik yang dinyatakan tidak lolos verifikasi administrasi kemarin.
Apakah akan kolektif? Maksudnya, apakah keputusannya akan dibacakan misalnya partai yang lolos 1, 2, 3, atau per kasus?
Akan dilakukan panel, dibacakan secara bersamaan, tetapi one by one masing-masing partai.
Apakah ada kemungkinan keputusan KPU itu mungkin dibatalkan Bawaslu atau berbeda dengan Bawaslu, dan ada dimana keputusan final seandainya KPU memutuskan A dan Baswaslu memutuskan B?
Kalau dalam tahapan verifikasi dan penetapan partai politik ini memang ada mekanisme komplain yang bisa ditempuh oleh calon peserta Pemilu yang merasa tidak mendapatkan keadilan, melalui jalur penyelesaian proses sengketa Pemilu di Bawaslu. Putusannya sendiri adalah putusan Bawaslu karena ini sidang ajudikasi, sehingga putusan Bawaslu bersifat final dan mengikat.
Jadi, jika nanti putusan Bawaslu mengabulkan permohonan pemohon, maka secara otomatis kewajiban KPU adalah melakukan perintah hasil persidangan itu adalh melakukan apapun putusan yang dikeluarkan oleh Bawaslu. Maka Bawaslu sangat berhati-hati karena ini menyangkut banyak hal.
Apakah ini putusan untuk verifikasi administrasi?
Verifikasi administrasi sudah kemarin per 13 Oktober 2022 diumumkan oleh KPU. Jadi, Sekarang partai yang tidak lolos mengajukan sangketa ke Bawaslu. Nanti di Desember akan ada proses penetapan hasil, bisa jadi ada yang dinyatakan tidak lolos verifikasi faktual dan itu bisa mengajukan lagi ke Bawaslu.
Apakah Anda masih melihat polarisasi sebagai ancaman setelah beberapa kali pemilu? Apakah pada 2024 akan menjadi biang keladi lagi?
Bagi Bawaslu seluruh tahapan itu penuh kerawanan. Jadi, cara pandang Bawaslu adalah seluruh tahapan Pemilu itu rawan, maka semuanya harus diwaspadai dan salah satunya adalah mengenai polarisasi politik. Jadi, polarisasi politik ini sebagaimana kita ingat dari Pemilu sebelumnya itu sangat kencang.
Saya ingin cerita lebih dulu, hari ini Bawaslu sedang berproses untuk mengambil data dari bawah, yaitu dari Kabupaten, Kota, Provinsi berkenaan dengan potensi kerawanan yang akan terjadi dalam tahapan ini. Tarik data ini penting karena nanti hasilnya akan menunjukkan mana saja daerah-daerah di Indonesia ini yang rawan tinggi dalam hal apa. Misalnya, rawan tinggi dalam hoaks, rawan tinggi dalam money politic, rawan tinggi dalam netralitas ASN, nanti akan ada data ini. Di akhir Desember Insya Allah kami akan launching Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024.
Kedua, yang ingin saya sampaikan adalah polarisasi politik menjadi prioritas Bawaslu karena berkaca dari peristiwa pada 2019, dan peristiwa 2014. Kita berkaca dari proses itu karena salah satu potensi yang bisa jadi baik atau buruk adalah pada Pemilu 2024 proyeksi pemilih muda kita akan menembus angka 60%.
Artinya, pemilih muda ini adalah generasi yang melek internet, melek gadget, canggih dalam kemajuan teknologi. Kalau dia mendapatkan literasi kepemiluan yang baik, maka dia bisa menggunakan gadget itu untuk kepentigan pemilu yang asik, pemilu yang sehat. Tapi kalau ternyata dia justru terpapar, maka bisa jadi nanti hoaks akan berseliweran, dis-informasi akan berseliweran.
Apa muatannya? Rata-rata muatannya adalah mengenai politisasi identitas yang kemudian berujung pada polarisasi politik, sehingga kewaspadaan ini kami sikapi. Saat ini di Bawaslu kami sedang berproses membangun komunitas digital pengawasan partisipatif, namanya sudah ada dalam angan-angan, yaitu “Jarimu Awasi Pemilu”.
Itu karena biang keladinya saat ini bukan di mulut tapi di jari-jari.
Bukan di jari orang lain, tapi di jari kita sendiri. Harapan kami nanti komunitas digital ini akan membangun percakapan yang terus menerus mengenai bagaimana Pemilu kita baik, kemudian akan mampu memproduksi informasi-informasi yang benar berkenaan dengan politik kita.
Jadi, informasi yang benar ini akan tersebar lebih masif dan mampu menandingi masifnya hoaks, kira-kira begitu. Ini salah satu strateginya. Perspektif Baru saya kira akan mempunyai andil yang sangat besar di sini. Kami nanti minta petuah, arahan, dan minta kerja sama yang kuat dari Perspektif Baru.
Kita tahu pendiri Wimar Witoelar (alm.) kita tahu mempunyai komitmen yang sangat baik dalam merawat demokrasi. Perjuangan kita sama, menghentikan kebencian dan polarisasi dalam politik yang sebenarnya tidak terlalu perlu.
Ini menarik mengenai komunitas digital. Dari beberapa kali Pemilu, kali ini yang betul-betul partisipasi publik itu terinstitusionalisasi, dan Bawaslu memeluk siapa saja yang ingin membantu, bergandengan tangan dengan siapa saja, dan bukan hanya person to person, tapi juga komunitas-komunitas yang ada di masyarakat. Apa yang mendasari komunitas ini menjadi penting?
Pertama, ini karena amanat UU. Bawaslu bekerja karena diberi amanat UU. Salah satu amanat UU No.7 Tahun 2017 adalah Bawaslu meningkatkan partisipasi masyarakat untuk bisa melakukan pengawasan secara mandiri. Karena ini amanat Undang-undang, maka kami coba turunkan dalam berbagai aktivitas. Tetapi kalau pertanyaannya kemudian ada atau tidak yang mendasari situasi atau kejadian, sehingga hari ini cenderung lebih masif, itu karena memang kita harus bergerak maju dalam demokrasi.
Dalam demokrasi Indonesia, publik atau masyarakat itu selalu ada di garda terdepan. Tetapi seringkali orang merasa justru di garda terdepannya hanya lima tahun sekali, hanya saat Pemilu saja.
Bawaslu memandang berbeda, justru pendidikan bagi masyarakat harus dilakukan jauh sebelum Pemilu. Jadi nanti mereka mempunyai kesadaran bahwa pemilu ini bukan mengenai partai saja, Pemilu ini mengenai masa depan kita nanti ingin bagaimana. Itu karena kalau kita salah memilih pemimpin, nanti kebijakan yang dilahirkan jangan-jangan tidak pro kepada kita. Proses ini panjang, tidak bisa setahun. Kami kira proses ini harus terus menerus dilakukan.
Kadang-kadang masyarakat ini terpicu oleh sang aktor. Informasi di ruang digital sudah dibanjiri hal-hal yang lebih produktif dan positif. Tapi aktornya yang kemudian memancing. Bagaimana dari segi hulunya untuk masalah ini, dan bagaimana Bawaslu melihat dan memitigasinya?
Salah satu tugas divisi saya yaitu divisi pencegahan adalah melakukan pemetaan kerawanan, mitigasi risiko. Salah satu yang kami lihat, bagaimana aktornya itu sendiri? Publiknya okay, tapi ketika ada aktor yang tidak okay, maka yang sudah okay ini terbawa menjadi tidak okay. Perspektif kami melihat partai politik hari ini mengalami perubahan yang signifikan. Misalnya, pada t2019 arahan Bawaslu RI itu sangat keras, tidak boleh ngopi dengan partai politik. Karena kalau Anda ngopi dengan partai politik, maka Anda berarti tidak netral. Publik akan menganggap Bawaslu tidak netral.
Hari ini kami geser, justru kami memberikan arahan ke jajaran kami adalah partai politik ini stakeholder utama kepemiluan selain masyarakat, maka partai politik mempunyai tanggung jawab untuk melakukan gerak politik yang benar dan sehat. Karena partai politik mempunyai tanggung jawab itu, maka mereka dorong ke depan.
Jadi, posisinya merekapun adalah mitranya Bawaslu, sehingga dalam proses sosialisasi kami gandeng mereka. Saat ini kami turun ke daerah-daerah dan justru kami bawa partai politik ini dari berbagai partai untuk bicara mengenai Pemilu yang sehat supaya mereka ada tanggung jawab yang kuat. Kalau tidak nanti susah.
Jadi, bukan membuat jarak tapi justru mendekatkan jarak supaya punya rasa tepo seliro dan tanggung jawab yang sama.
Betul, jadi menjaga jarak hanya saja ada etiknya.
Bagaimana cara mendekatkan tapi tetap ada jarak?
Jadi, kami selalu mengatakan bahwa partai politik adalah mitra strategis kita. Mereka mempunyai tanggung jawab, maka kita tidak boleh berjarak, kita tidak boleh jauh dengan partai. Tapi kedekatan itu harus sama antara partai 1, 2, 3, 4, 5, semua harus sama. Yang tidak boleh adalah saya hanya dekat ke partai tertentu, tapi jauh dengan partai yang lain karena ini berarti kita tidak adil terhadap seluruh kontestan.
Kedua, kita boleh ngopi tapi karena Bawaslu ini menyangkut kepercayaan publik, maka kalau ngopi jangan di ruang yang menimbulkan kegaduhan. Misalnya, ngopinya saya hanya dengan Anda saja. Nanti pacar Anda juga komplain. Itu bisa menimbulkan potensi kegaduhan, sama partai politik juga begitu.
Jadi, kami selalu mengatakan bahwa ngopi boleh, tapi pastikan tidak menimbulkan kegaduhan. Lalu, dimana ngopinya? Bisa di kantor. Kantor itu area terbuka, kantor itu welcome untuk siapa saja. Kalau ada partai yang membutuhkan komunikasi dan konsultasi silakan datang ke kantor. Jadi semua orang tahu ada partai yang datang, ada ngopi, ada diskusi, semua orang tahu, terbuka dan tidak di ruang gelap. Jadi, kita harus dekat tetapi tahu batas kedekatan itu dan dekatnya juga harus sama, harus adil terhadap semua partai politik.
Apakah itu menjadi ideologi semua Bawaslu sampai di daerah?
Karena hierarki, jadi begitu RI memberi arahan, maka propinsi, kabupaten, kota, bahkan sampai PTPS di TPS itu harus tunduk. Kalau tidak, berarti mereka tidak patuh terhadap RI. Kita lembaga hierarki, jadi sedikit otoriter tetapi demi ketertiban.