Gangguan Ginjal Akut Anak
Salam Perspektif Baru,
Baru-baru ini publik kembali dikejutkan dengan adanya kasus gangguan ginjal akut pada anak. Kasus-kasus gangguan penyakit akibat penyalahgunaan bahan kimia farmasi, ada kemungkinan berpotensi terjadi kembali. Jadi, sebaiknya kita perlu mengetahui dan memahami apa langkah-langkah yang harus kita lakukan pada saat mengetahui adanya gejala gangguan ginjal pada anak. Hari ini kami mewawancarai dr. Eka Laksmi Hidayati, Sp.A(K), yang juga Konsultan Nefrologi anak.
Menurut Eka Laksmi, sesunguhnya kalau kita bicara secara luas gangguan ginjal akut adalah kondisi yang tidak akan pernah hilang karena dari zaman dahulu sampai sekarang selalu masih ada dengan penyebab yang bervariasi. Setiap bulan kami selalu mendapatkan pasien gangguan ginjal akut, tetapi penyebabnya memang penyebab-penyebab yang bisa dibilang tipikal.
Sebetulnya kalau untuk pencegahan dari sisi dirinya saya sebagai dokter adalah dengan pengenalan secara dini gejala-gejala yang mungkin mengarah kepada ganguan ginjal akut. Tetapi kalau untuk di tingkat obatnya tentu harus memakai obat-obat sesuai dengan anjuran.
Ketika mengalami gangguan ginjal akut, maka salah satu gejala yang bisa terlihat oleh orang awam adalah penurunan produksi urin hingga tidak ada sama sekali urinnya. Itulah yang seringkali membawa pasien, baik itu anak maupun dewasa, datang ke fasilitas pelayanan kesehatan sebagai gejala gangguan ginjal akut.
Eka Laksmi mengatakah bahwa secara umum untuk anak agar tetap sehat tentu memperhatikan asupan nutrisi. Kita lihat sesuai tahapan usia, maka kita berikan nutrisi yang sesuai.
Berikut wawancara Perspektif Baru yang dilakukan Hayat Mansur sebagai pewawancara dengan narasumber dr. Eka Laksmi Hidayati, Sp.A(K).
Kementerian Kesehatan telah menyatakan bahwa gangguan ginjal akut pada anak telah selesai ditangani pada Desember 2022. Tapi pada Februari 2023 kembali muncul. Mengapa terjadi kembali kasus gangguan ginjal akut pada anak? Apa sebenarnya penyebabnya?
Jadi, yang disebut dengan gangguan ginjal akut adalah suatu kondisi yang luas artinya. Sebetulnya yang kemarin selesai itu adalah yang Progresif Atipikal, yang pada waktu itu kita menganggap penyebabnya adalah intoksikasi dari pelarut obat. Jadi, sebetulnya bukan obatnya. Pada waktu itu dinyatakan selesai karena kita sudah mengidentifikasi penyebabnya, dan telah dilakukan upaya-upaya untuk memperbaiki hal-hal yang memang pada waktu itu ditemukan sebagai penyebab.
Tetapi sesunguhnya kalau kita bicara secara luas gangguan ginjal akut adalah kondisi yang tidak akan pernah hilang karena dari zaman dahulu sampai sekarang selalu masih ada dengan penyebab yang bervariasi. Setiap bulan kami selalu mendapatkan pasien gangguan ginjal akut, tetapi penyebabnya memang penyebab-penyebab yang bisa dibilang tipikal. Kalau yang tadi itu adalah Atipikal, sedangkan yang sering kami dapat adalah yang tipikal yang kita sudah biasa menghadapi.
Apa ciri-ciri khas seorang anak yang diduga mengalami gagal ginjal akut?
Gangguan ginjal akut itu definisinya mengganggu fungsi ginjal, terutama dalam hal kemampuan untuk memproduksi urin, dan membuang zat-zat yang memang seharusnya dibuang melalui ginjal yaitu yang disebut sebagai Kreatinin ureum dan Kreatinin.
Tentu zat-zat yang memang harus dibuang itu tidak bisa terlihat dari gejala, itu harus dilihat di laboratorium. Tetapi yang bisa dilihat adalah penurunan produksi urin karena memang pekerjaan utama ginjal itu adalah memproduksi urin.
Ketika mengalami gangguan ginjal akut, maka salah satu gejala yang bisa terlihat oleh orang awam adalah penurunan produksi urin hingga tidak ada sama sekali urinnya. Itulah yang seringkali membawa pasien baik itu anak maupun dewasa datang ke fasilitas pelayanan kesehatan sebagai gejala gangguan ginjal akut.
Apa yang harus kita lakukan ketika kita mengetahui ada anak kita ataupun saudara kita yang berpotensi mengalami gangguan ginjal akut tersebut?
Tentu pada awal kita mencurigai bahwa seseorang itu mengalami penurunan jumlah pipisnya, kita harus menelusuri apakah dia memang minumnya kurang atau tidak. Tentu ini juga berhubungan dengan memasukkan cairan. Kalau orang yang minumnya sedikit, maka tubuh akan mengurangi jumlah pipisnya.
Kalau memang disebabkan oleh masukan cairan yang kurang, maka yang harus kita lakukan adalah menambahkan masukan cairannya. Tentu harus diwaspadai kondisi kekurangan cairan ini, kalau ada penyakit-penyakit yang memang terlihat dengan jelas. Misalnya diare, itu ada pengeluaran cairan yang tidak normal yang cukup banyak dari kotorannya atau fesesnya. Yang biasanya feses itu seharusnya padat, kemudian dia diare, keluar cairan banyak, maka tubuh bisa mengalami kekurangan cairan. Itu juga bisa membuat pipisnya jadi berkurang.
Orang tua harus memberikan cairan yang cukup untuk anak. Bila terjadi kekurangan cairan yang berlebihan, misalnya karena diare yang berlebihan atau karena anaknya tidak mau minum atau karena ada muntah, maka harus segera ke rumah sakit untuk diberikan infus.
Jadi, kalau penurunan pipis itu kita harus menelusuri kemungkinan penyebabnya. Bila kita tidak bisa menelusuri kemungkinan penyebabnya yang terlihat, tetapi anak itu tetap tidak ada pipisnya, maka harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan, sehingga kita nanti bisa melakukan pemeriksaan dengan lebih detail dan akurat.
Seperti kata pepatah mencegah lebih baik daripada mengobati. Dalam hal ini kita juga ingin tahu bagaimana upaya mencegah jangan sampai kasus gangguan ginjal akut tersebut terjadi pada anak.
Informasi yang selama ini kami dapat bahwa kasus-kasus itu muncul akibat penggunaan obat sirup tertentu sehingga muncul kasus gangguan ginjal. Mengapa bisa terjadi bahwa obat justru memunculkan penyakit bagi anak?
Sebetulnya kalau untuk pencegahan dari sisi saya sebagai dokter adalah dengan pengenalan secara dini gejala-gejala yang mungkin mengarah kepada ganguan ginjal akut. Tetapi kalau untuk di tingkat obatnya tentu harus memakai obat-obat sesuai dengan anjuran.
Memang ada beberapa obat yang dijual bebas, artinya memang sudah diketahui bahwa tingkat keamanannya baik. Tetapi perlu diperhatikan bahwa dosis obat untuk anak itu berubah-ubah dari waktu ke waktu sesuai dengan berat badan anak.
Artinya, kita tidak bisa mengulang-ulang obat pada dosis yang sama untuk anak yang sama. Jadi, harus disesuaikan dengan berat badannya karena anak itu tumbuh, sehingga ada perubahan berat badan dan sebagainya. Dan perlu juga diperhatikan ke sediaannya.
Jadi, obat itu ada yang sediaannya drop yang kita memakainya menggunakan pipet, yang hanya beberapa tetes, kemudian ada juga yang sirup yang kita menggunakannya dengan sendok. Tentu kekuatan obat itu berbeda-beda, sehingga penting sekali untuk kita melihat kekuatan obat tersebut dan pemberiannya apakah dosisnya sesuai atau tidak.
Itu bisa ditanyakan misalnya ke apotek yang menjual dan memang penting untuk membeli pada fasilitas-fasilitas kesehatan yang sudah terdaftar, sehingga obat-obatnya itu obat-obat yang memang sudah bisa diawasi.
Apakah untuk kondisi saat ini sebaiknya anak-anak kita tidak diberi minum obat sirup dulu untuk mencegah kasus gagal ginjal sampai keadaan yang memungkinkan?
Sebetulnya dalam hal regulasi obat ini, kita mempunyai pembagian pekerjaan. Misalnya, mengenai regulasi obat itu tidak pada wewenang kami para dokter. Kami memang menjalankan apa yang menjadi tugas kami bahwa kami meresepkan obat sesuai dengan aturan, menganjurkan pada pasien untuk mengambil pada tempat yang semestinya, dengan dosis yang sesuai. Tetapi kalau untuk regulasi obat, untuk pernyataan keamanan dan sebagainya, kalau saya tetap mengikuti regulasi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Di masyarakat juga banyak terjadi kebingungan ketika si A meminum obat yang sama dengan si B, tapi si A mengalami gangguan ginjal akut sedangkan si B tidak. Apa sebenarnya penyebabnya?
Jadi, memang tubuh manusia itu responnya berbeda-beda, dan ada seperti range atau intervalnya. Kita mengalami COVID dua tahun, dan itu kita lihat betul bahwa ada orang yang COVID-nya berat, ada orang yang COVID-nya ringan, bahkan ada orang yang serumah dan sekamar dengan orang yang COVID, tapi ternyata yang satu kena dan yang satu tidak. Jadi, memang respon tubuh itu bisa sangat berbeda.
Tidak mengherankan bahwa memang ada interval gejala yang dialami tiap anak, belum lagi variasi dari kondisi tambahannya. Misalnya, pada anak yang satu sesudah dia minum obat itu dia banyak minum air. Itu menjadi terlarutkan atau terencerkan, zat toksinnya mungkin menjadi lebih encer, konsentrasinya menjadi lebih ringan.
Sementara anak yang lain mungkin setelah minum obat kemudian dia tidak ingin minum lagi, atau ada yang disertai diare sehingga pengeluaran cairannya lebih banyak dan konsentrasi zat toksin di dalam tubuh menjadi lebih tinggi, sehingga dampak ke organnya menjadi lebih berat. Jadi, memang bisa saja seperti itu karena variasi dari tiap manusia itu responnya terhadap berbagai dampak itu berbeda.
Ada juga yang menyarankan bahwa saat mengkonsumsi obat sirup itu kalau sudah dibuka tidak boleh lebih dari 15 hari harus dibuang. Apakah benar begitu penanganan untuk obat sirup? Kalau tidak benar, bagaimana sebenarnya penanganan yang benar untuk kita menyimpan obat sirup di rumah?
Jadi, memang obat sirup itu aturannya berbeda-beda. Kalau untuk antibiotik itu karena memang dia dirancang untuk satu paket pengobatan untuk tujuh hari atau untuk lima hari, maka harus dihabiskan. Kalau satu paketnya waktunya selesai harus dibuang dan tidak dipakai ulang.
Ada juga misalnya antibiotik yang harus disimpan pada suhu tertentu di kulkas. Pada umumnya obat itu aman digunakan selama tiga bulan, tentu sebelum masa expired nya terlampaui, itu bisa dipakai ulang, kecuali ada aturan tertentu yang seperti tadi saya sampaikan.
Kalau anak demam, semua orang tua pasti khawatir dan kekhawatiran itu bisa berlebihan, sehingga untuk menurunkan demam langsung memberikan obat sirup atau obat apapun. Apakah ada cara lain untuk menurunkan demam itu tanpa memakai obat-obatan?
Salah satunya adalah memberikan cairan lebih banyak daripada biasanya ketika dia tidak demam. Kemudian bisa juga dibantu dengan kompres air hangat pada daerah-daerah lipatan seperti di lipat ketiak, lipat paha, itu bisa juga membantu untuk menurunkan demamnya.
Bagaimana cara kita untuk menjaga anak tetap sehat. Ini penting karena ketika anak sehat tentu gangguan ginjal akan sangat jauh terjadi.
Jadi, secara umum untuk anak agar tetap sehat tentu memperhatikan asupan nutrisi. Kita lihat sesuai tahapan usia, maka kita berikan nutrisi yang sesuai. Misalnya, saat bayi sampai umur enam bulan, kita berikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif, artinya ASI tanpa ada tambahan yang lain-lain. Kemudian di usia selanjutnya kita bisa memberikan makanan pendamping ASI, tetap disertai dengan ASI sampai umur dua tahun. Kemudian nanti sesudah satu tahun bisa makanannya sudah sama seperti makanan keluarga.
Yang perlu diperhatikan adalah kecukupan cairan. Jadi, pemberian cairan pada anak juga harus cukup dengan jumlah kurang lebih 100 cc per kilo gram berat badan. Artinya kalau berat badannya 7 kilo gram kurang lebih dia mendapatkan cairannya 700 cc, seperti itu secara kasar nya.