Biogas untuk Rumah Tangga
Salam Perspektif Baru,
Saat ini di seluruh dunia, harga energi yang berasal dari bahan bakar fosil seperti batubara, gas, Bahan Bakar Minyak (BBM) terus mengalami kenaikan. Ini salah satu faktornya adalah karena ketersediaannya semakin berkurang. Salah satu upaya yang dilakukan oleh banyak negara adalah beralih dari pemanfaatan energi fosil ke energi terbarukan. Salah satu jenis energi terbarukan yang dikembangkan adalah energi biogas. Keunggulan dari biogas ini adalah dapat dimanfaatkan untuk skala rumah tangga menjadi energi gas dan energi listrik. Hari ini kita berbincang-bincang khusus dengan seseorang yang melakukan pengembangan biogas untuk skala rumah tangga dan juga kini telah sukses menjadi produsen biogas, sehingga dikenal dengan julukan “Ratu Biogas”. Dia adalah Dr. Sri Wahyuni.
Menurut Sri Wahyuni, potensi kita di Indonesia untuk menghasilkan biogas itu luar biasa, tidak hanya limbah kotoran ternak tapi limbah pertanian pun bisa seperti jerami padi, eceng gondok, tongkol jagung, kemudian limbah-limbah pertanian yang setelah diambil hasilnya. Limbah itu pun bisa digunakan menjadi biogas.
Biogas ini sebetulnya kalau sudah terbakar itu tidak bau. Jadi, misalkan gas itu dibuka dari kerannya, langsung masuk ke kompor, kemudian kita nyalakan itu tidak akan bau, tidak akan pengaruh kepada nasinya atau tidak terpengaruh pada masakannya. Apalagi kalau gasnya itu untuk generator listrik, untuk lampu, itu pasti tidak akan menjadi berpengaruh terhadap bau.
Jadi, untuk biogas cukup aman karena gas ini adalah gas yang tekanannya rendah, tidak seperti LPG. Kalau LPG itu adalah gas yang dicairkan dari gas alam menjadi liquid, dan liquid itu dimasukkan ditabung yang bertekanan, sehingga kalau kita salah salah itu akan berbahaya. Beda dengan biogas yang kita hasilkan dari limbah ini.
Berikut wawancara Perspektif Baru yang dilakukan Hayat Mansur sebagai pewawancara dengan narasumber Dr. Sri Wahyuni SE, MP.
Setiap hari kita menghasilkan kotoran dan sampah organik. Kotoran dan sampah organik ini telah bisa diolah menjadi energi terbarukan berupa biogas. Salah satu keunggulan biogas adalah bisa dimanfaatkan untuk skala rumah tangga, baik berupa gas maupun energi listrik. Apa itu biogas dan bagaimana bentuknya biogas?
Di sini saya akan mengenalkan dulu biogas itu adalah gas yang dihasilkan oleh bahan organik yang difermentasi secara anaerob oleh bakteri, sehingga akan mengeluarkan gas metana. Gas metana ini yang bisa dibakar dan bisa digunakan untuk menjadi energi listrik.
Jadi, sebetulnya semua bahan organik, baik organik dari sampah, kotoran manusia, kotoran hewan mulai dari sapi, ayam, kambing, babi, semua kotoran, kemudian semua yang mengandung organik itu bisa dijadikan biogas.
Potensi kita di Indonesia untuk menghasilkan biogas itu luar biasa, tidak hanya limbah kotoran ternak tapi limbah pertanian pun bisa seperti jerami padi, eceng gondok, tongkol jagung, kemudian limbah-limbah pertanian yang setelah diambil hasilnya. Limbah itu pun bisa digunakan menjadi biogas.
Jadi, intinya biogas itu bentuknya berupa gas.
Betul. Misalnya, apa yang kita makan adalah makanan organik seperti nasi, sayur, kemudian perut kita itu kalau tidak ada bakteri maka keluarnya tidak ada kotoran. Pasti kalau makan nasi, nanti keluarnya juga nasi. Jadi, di situ difermentasi oleh bakteri, kemudian ke luar menjadi kotoran. Kita membayangkannya saat kita kentut saja. Kalau kita kentut itu berarti biogas namanya.
Mengenai biogas yang dihasilkan dari limbah yaitu kotoran maupun sampah organik, pasti dari masyarakat termasuk saya pun menganggapnya itu pasti bau. Mengapa Ibu justru menekuni dan tertarik dengan biogas ini?
Jadi, dulu hidup saya sulit dari listrik, tidak ada listrik di daerah yang saya tinggali. Saya dulu lahir di Kediri, orang tua saya itu transmigrasi ke Pulau Buru, Maluku. Waktu di sana saya masih Sekolah Dasar (SD) sudah disuruh mencari kayu bakar untuk memasak dan sebagainya. Saat di Pulau Buru itu saya sedikit kesulitan untuk mendapatkan energi.
Kemudian saya sekolah di Ambon dan mendapat Penelusuran Minat dan Kemampuan Politeknik Negeri (PMDK) kuliah di IPB. Di kesempatan itulah saya bisa belajar menjadi asisten dosen dari seorang dosen legend saya yang beliau kuliah di Amerika Serikat dan mengembangkan biogas di Indonesia. Kebetulan saya menjadi asistennya, saya belajar terus dan kemudian saya mengembangkan ini.
Saya mengembangkan tidak hanya di akademisi, tapi saya sudah langsung membuat desainnya bagaimana supaya lebih efisien. Kalau hanya untuk dibakar hidup, maka dibakarnya hidup tapi untuk penggunaan efisiensi setara dengan berapa LPG, setara dengan minyak tanah berapa, itu saya belajar terus, meskipun saya harus setiap hari menimbang kotoran sapi waktu itu. Satu hari itu berapa banyak kotoran sapi, itu kita harus hafal.
Berapa banyak kotoran dan sampah organik yang bisa dimanfaatkan untuk menjadi gas yang disebut biogas?
Kalau dari sampah sebetulnya kita ada skalanya, yaitu kalau hanya satu rumah saja maka biodigesternya pasti kecil. Jadi, alat kita itu bisa menyesuaikan, ada skala RT, ada skala TPS-3R, ada skala 100 rumah, bisa skala 50 rumah, bisa skala 10 rumah. Itu kalau yang sampah rumah tangga.
Kalau sampahnya itu ada di TPS atau TPA itu tidak terbatas. Misalnya, bisa satu hari menghasilkan dua sampai tiga ton, itu bisa diolah menjadi bahan bakar biogas. Contoh di Bogor, di sini saya sudah membuat biogas sampah ada di 17 lokasi, dan satu lokasi itu bisa meng-hire 1.000 rumah yang sampah organiknya diolah menjadi biogas itu.
Kalau untuk sampah organik, berapa kilo gram (Kg) atau berapa ton kira – kira yang dibutuhkan untuk misalnya skala rumah tangga, atau misalnya untuk satu rumah?
Untuk dua ton sampah itu bisa untuk 10 rumah.
Kira-kira itu setara dengan berapa LPG atau berapa watt listrik?
Kalau untuk dua ton sampah itu untuk 10 rumah, berarti kita tinggal mengkonversikan dalam satu bulan itu orang-orang menghabiskan berapa tabung. Misalnya, 10 rumah terus-terusan menggunakan sampah, menggunakan biogas berarti sudah bebas untuk 10 orang. Artinya, 10 orang itu sudah bebas dari LPG per bulannya.
Apakah LPG yang dimaksud ini ukuran 12 kg?
Iya, 12 kg yang sekarang harganya sudah hampir Rp 400.000.
Kalau untuk kotoran hewan, berapa banyak yang dibutuhkan untuk bisa menghasilkan biogas?
Minimal dua ekor sapi kalau pakai ternak, sedangkan kalau pakai ayam kita bisa minimal 100 ekor. Kemudian kalau untuk domba bisa minimal 10 sampai 15 ekor, untuk babi itu bisa tujuh ekor, dan yang lain bisa mengikuti. Ini untuk skala rumah tangga. Jadi, untuk di Indonesia, kalau sudah memiliki dua ekor sapi dan sudah memasang biodigester itu sudah selamanya tidak lagi memerlukan gas LPG.
Apakah kotoran manusia juga bisa dimanfaatkan?
Kebetulan saat ini kami sedang membuat biogas di pesantren-pesantren, yaitu pesantren di Kalimantan Selatan sudah ada dua lokasi. Pesantren di Bogor yaitu Nurul Iman memiliki 15.000 santri, Pesantren Lirboyo, dan ada beberapa pesantren di Tasikmalaya. Ini kita bisa mengolah kotoran dari santri tadi dengan mengubah septic tank nya menjadi biodigester. Kemudian dari biodigester ini bisa dimanfaatkan untuk oven roti, masak nasi, dan sebagainya yang digunakan untuk santri lagi.
Apakah proses pengolahan limbah baik yang kotoran maupun sampah organik menjadi biogas itu mudah dan bisa dilakukan oleh masyarakat awam? Bagaimana prosesnya dari kotoran limbah itu sampai menjadi energi biogas?
Jadi, kalau untuk biogas ini sebetulnya mudah asalkan alatnya sudah di instal. Misalnya, kotoran manusia, di tempat saya ada tiga kamar mandi, saya langsung masuk ke biodigester dengan kapasitas empat meter kubik. Pertama kali pasang, kemudian dimasukkan bakteri karena saya menjual alat biodigester dengan bakterinya, dan itu terus-menerus sehingga sudah tidak perlu merawat lagi. Yang penting ada masukkannya, itu tidak sulit merawatnya terutama untuk yang kotoran manusia.
Kalau kotoran sapi itu karena harus diolah pupuknya, makanya harus masukkannya hari ini, besok keluarnya jadi pupuk. Hari ini masukkannya, gasnya dipakai, kemudian besok jadi pupuk. Tapi kalau kotoran manusia itu orang jarang menjadikannya pupuk. Kalau di Indonesia mungkin masih jijik, tapi dengan adanya biogas ini kita bisa mengurangi sedot WC kalau untuk di kotoran manusia.
Apakah biogas yang dihasilkan itu bau?
Biogas ini sebetulnya kalau sudah terbakar itu tidak bau. Jadi, misalkan gas itu dibuka dari kerannya, langsung masuk ke kompor, kemudian kita nyalakan itu tidak akan bau, tidak akan pengaruh kepada nasinya atau tidak terpengaruh pada masakannya. Apalagi kalau gasnya itu untuk generator listrik, untuk lampu, itu pasti tidak akan menjadi berpengaruh terhadap bau.
Apakah energi biogas ini aman dimanfaatkan di skala rumah. Artinya, tidak menimbulkan bahaya kebakaran dan sebagainya?
Jadi, untuk biogas cukup aman karena gas ini adalah gas yang tekanannya rendah, tidak seperti LPG. Kalau LPG itu adalah gas yang dicairkan dari gas alam menjadi liquid, dan liquid itu dimasukkan ditabung yang bertekanan, sehingga kalau kita salah salah itu akan berbahaya. Beda dengan biogas yang kita hasilkan dari limbah ini.
Pada saat nanti kita bakar, walaupun misalnya kita dekatkan dengan rokok, itu tidak akan menyala. Tapi kalau kita sulut dengan api, itu baru bisa hidup. Kalau bocor apakah berbahaya? Tidak akan berbahaya karena baunya seperti kentut saja. Jadi, sebetulnya biogas di Indonesia ini sangat aman.
Berapa biaya yang harus dikeluarkan kalau kita ingin memanfaatkan biogas ini untuk skala rumah tangga atau untuk rumah kita sendiri?
Kalau biaya di rumah tangga untuk skalanya kotoran manusia atau pengganti septic tank, itu tidak terlalu mahal. Mungkin antara Rp 15 juta sampai 16 juta. Tapi kalau untuk kotoran ternak itu beda lagi karena untuk kotoran ternak kita ada paket dengan pengolahan limbahnya menjadi pupuk organik, padat, dan cair.
Sebetulnya kalau peternak itu memiliki biogas, dia akan mempunyai hasil yang lebih banyak karena dia bisa menjual pupuk cair, pupuk padat, dan harganya itu antara Rp 21 juta sampai Rp 22 juta tergantung lokasi pengiriman.
Apakah biaya Rp 15 juta itu untuk pemanfaatan biogas satu rumah atau untuk berapa rumah?
Kalau untuk skala septic tank mungkin bisa untuk satu keluarga. Itu pun juga ada minimal orangnya. Misalkan, orangnya hanya dua sampai tiga orang yang tiap hari buang airnya hanya sedikit mungkin nanti masukkan untuk gasnya juga kurang banyak. Kalau kita ingin memasang biogas itu minimal lima sampai 10 orang di dalam rumah itu.
Kalau hitung-hitungan secara ekonomis, apakah biaya Rp 15 juta itu lebih hemat dibandingkan tetap menggunakan gas LPG?
Kalau menurut saya sangat hemat. Misalnya, dia beli tabung LPG satu bulan Rp 400.000, kemudian Rp 15.000.000 dibagi Rp 400.000 itu mungkin hanya sekitar 37 bulan sudah selesai. Sedangkan biodigester itu kami garansi sampai lima tahun. Jadi, biodigester ini sangat efisien, maka saya minta program pemerintah itu ke depannya energi terbarukan khususnya di bidang biogas ini ditingkatkan. Karena ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, membantu masyarakat untuk menaikkan nilai ekonomi, sehari-harinya tidak harus membeli gas, intinya mengurangi pengeluaran.
Apakah masyarakat bisa membuat sendiri alat biodigester ini? Kalau tidak bisa dan ketika ingin membeli maka harus ke mana kami bisa menghubungi?
Pada zaman dulu biodigester ini sebetulnya bisa dibuat sendiri dengan memakai batu bata atau semen, tetapi berisiko. Kalau belum ahlinya maka nanti bisa bocor, dan malah mengeluarkan biaya lebih besar. Kami sudah mempunyai pabrik untuk men-setting dan membuat biodigester ini dan tinggal dipasang, risikonya pun kecil karena kami menggaransi ini.
Jadi, lebih baik membeli, kami mempunyai workshop di Ciomas, Bogor yaitu PT SWEN Inovasi Transfer, bisa dicek juga di website kami www.swenitrans.com atau bisa mengontak kami di 0813 1120 0203.
Terakhir, saya ingin menutup dengan pantun
Pertamina BUMN menghasilkan gas, pernah dipimpin oleh Dahlan Iskan Marilah kita mengolah limbah menjadi biogas, untuk mewujudkan energi terbarukan.